Bab 1 PENDAHULUAN
1. Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi
Menurut
Prof. Dr. Suharsimi Arikunto dalam bukunya dasar-dasar evaluasi
pendidikan, yang menyatakan : kita tidak dapat mengadakan penilain
sebelum kita mengadakan pengukuran.
- Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif.
- Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk. Penilaian bersifat kuantitatif.
- Mengadakan Evaluasi meliputi kedua langkah diatas, yakni mengukur dan menilai
Jadi, dalam istilah asing pengukuran adalah Measurement, sedang penilaian adalah Evaluation. Dari kata evaluation inilah diperoleh kata evaluasi yang berarti menilai (tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu). Jadi evaluasi
adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya
sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan
alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan, yang dimaksudkan untuk membantu para guru dalam pengambil
keputusan dalam usaha menjawab pertanyaan atau permasalahan yang
ada. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan
informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk
menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah
dilakukan.
2. Penilaian Pendidikan
Dalam
pendidikan, ada awalnya pengertian evaluasi pendidikan selalu dikaitkan
dengan prestasi belajar siswa. Definisi yang pertama dikembangkan oleh Ralph Tyler
(1950). Ahli ini mengatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses
pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian
mana tujuan tercapai. Jika belum, bagaimana yang belum dan apa
sebabnya. Definisi ini diperluaskan oleh dua ahli lain, yakni Cronbach dan Stufflebeam.
Tambahan definisi tersebut adalah bahwa proses evaluasi bukan sekedar
mengukur sejauh mana tujuan tercapai, digunakan untuk membuat keputusan.
3. Mengapa Menilai?
Menurut suharsimi arikunto ada beberapa makna dari proses penilaian antara lain sebagai berikut:
a. Makna Bagi siswa
Dengan
diadakannya penilaian maka siswa dapt mengetahui sejauh man telah
berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Hasil yang
diperoleh oleh siswa ada 2 kemungkinan :
1).
Memuaskan. Jika siswa memperoleh hasil yang memuaskan siswa akan
memiliki motvasi yang cukup besar agar dapat belajar lebih giat.
2). Tidak Memuaskan. Jika siswa tidak puas dengan hasil yang diperolehnya, maka ia akan beruaha agar lain kali tidak seperti itu lagi.
2). Tidak Memuaskan. Jika siswa tidak puas dengan hasil yang diperolehnya, maka ia akan beruaha agar lain kali tidak seperti itu lagi.
b. Makna bagi guru
1). Dengan hasil penilaian guru dapat mengetahui siswa mana saja yang berhak melanjutkan pelajaran.
2). Guru dapat mengetahui apakah pelajaran yang ia sampaikan tepat sasaran kepada siswa.
3). Guru akan mengetahui apakah metode yang ia gunakan sudah dapat maksimal atau belum.
c. Makna Bagi Sekolah
1).
Apabila guru-guru mangadakan penilaian akan diketahui hasil siswa, maka
dapat diketahui pula apakah kondisi belajar disekolah sudah sesuai
harapan atau belum.
2). Akan ada informasi tentang tepat tidaknya kurikulum sekolah.
3). Akan ada informasi hasil penilaian dari tahun ke tahun yang bias digunakan sebagai pedoman dari tahun ke tahun.
4. Tujuan atau Fungsi Penilaian
Dengan diketahuinya makna dari penilaian, maka dapat dikatakan bahwa fungsi penilaian adalah sebagai berikut:
a. Penilaian berfungsi selektif.
Dengan cara penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksiatau penilaian terhadap siswanya.
b. Penilaian berfungsi diagnostik.
Apabila
alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi syarat, maka dengan
melihat hasilnya guru dapat mengetahui kelemahan siswa. Disamping itu
akan diketahui pula sebab-sebab kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan
penilaian guru sebanarnya melakukan diagnosis kepada siswanya.
c. Penilaian berfungsi sebagai penempatan
Setiap
siswa sejak lahir telah membawa bakat sendiri-sendiri sehingga belajar
akan lebih efektif jika di sesuaikan dengan pembawaan yang ada. Untuk
dapat menentukan dengan pasti kelompok mana yang sesuai dengan kemampuan
siswa, maka digunakan suatu penilaian.
d. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan.
Fungsi ini dimaksudkan untuk mengetahui suatu mana suatu program berhasil diterapkan kepada siswa.Jadi dapat disimpulkan bahwa penilaian berfungsi sebagai alat ukur keberhasilan dalam proses belajar.
5. Ciri-Ciri Penilaian dalam Pendidikan
Untuk
dapat menentukan kepandaian seseorang, bukan kepandaian yang diukur.
Namun kita dapat melihat dari gejala-gejala yang tampak atau memancar
dari kepandaianya. Salah satu contohnya adalah bahwa anak yang pandai
biasanya dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh gurunya.
Ciri-ciri penilaian antara lain sebagai berikut:
a. Ciri
pertama yaitu bahwa penilaian dilakukan secara tidak langsung. Dalam
contoh ini kita menilai kepandaian melalui ukuran menyelesaikan soal.
b. Ciri
kedua yaitu pengunaan ukuran kuantitatif. Penilaian bersifat
kuantitatif artinya mengunakan simbol bilangan sebagai hasil pertama
pengukuran. Setelah itu lalu diinterpretasikan ke bentuk kualitatif.
Contoh : dari hasil pengukuran tia mempunyai IQ 126 sedangkan budi 89.
Maka tia dapat dikatagorikan sebagai anak pandai sedangkan budi anak
dibawah rata-rata.
c. Ciri
ketiga yaitu bahwa penilaian pendidikan mengunakan, unit-unit atau
satuan-satuan yang tetap misalnya, IQ 126 menurut unit pengukurannya
termasuk anak yang pandai sedangkan 89 termasuk anak dibawah rata-rata.
d. Ciri
keempat yaitu bersifat relatif artinya tidak selalu tetap dari waktu ke
waktu yang di sebabkan banyak faktor. contoh nilai ulangan MTK pertama
tia adalah 90 namun ulangan keduanya hanya 40.
e. Ciri
kelima bahwa dalam penilaian pendidikan sering terjadi
kesalahan-kesalahan. Adapun kesalaan-kesalahan itu ditinjau dari
berbagai faktor yaitu:
1). Terletak pada alat ukurnya.Alat yang digunakan untuk mengukur haruslah baik namun sering kali terjadi kesalahan di alat ukurnya.
2). Terletak pada orang yang melakukan pengukurannya.Hal ini dapat berupa:
a).
kesalahan pada waktu penilaian karena factor subjektif penilai yang
telah terpengarus oleh hasil pengukuran, misalnya tulisan jelek atau
tidak jelas itu sering mempengaruhi subjektif penilaian.
b).
kecenderungan dari penilai untuk memberikan nilai secara murah atau
mahal. Ada guru yang mudah memberikan nilai ada yang sulit untuk
memberikan nilai.
c). Adanya Hello-effect, yakni adanya kesan penilai terhadap siswa.
d). adanya pengaruh dari hasil sebelumnya.
e). kesalahan yang disebabkan oleh kekeliruan menjumlah angka-angka hasil penilaian.
3). Terletak pada anak yang dinilai.
a). siswa adalah manusia yang berperasaan dan bersuasana hati. Suasana hati sangat berpengaruh terhadap hasil penilaian.
b). keadaan fisik ketika siswa sedang dinilai.
c). nasib siswa kadang-kadang mempunyai peranan terhadap hasil penilaian.
4). Terletak pada situasi dimana penilaian berlangsung
a). suasana pada saat
terjadinya penilaian. Keadaan yang gaduh akan mempengaruhi penilaian
yang sebenarnya karena siswa tidak dapat konsenterasi.
b). Pengawasan dalam penilaian. Bentuk pengawasan yang tidak sesuai akan berpengaruh pada keobjektifan hasil dari pengukuran yang ada.
b). Pengawasan dalam penilaian. Bentuk pengawasan yang tidak sesuai akan berpengaruh pada keobjektifan hasil dari pengukuran yang ada.
Bab 2 Subjek dan sasaran Evaluasi
1. Subjek Evaluasi
Dalam
keterangan ini yang di maksud dengan subjek evaluasi adalah orang yang
melakukan pekerjaan evaluasi. Siapa yang dapat di sebut sebagai subjek
evaluasi untuk setiap tes, di tentukan oleh suatu aturan pembagian tugas
atau ketentuan yang berlaku.
Ada
pandangan lain yang mengatakan subjek evaluasi adalah siswa, yakni
orang yang di evaluasi, dalam hal ini yang di pandang sebagai objek
evaluasi adalah mata pelajarannya. Pandangan lain mengatakan siswa
sebagai objek evaluasi dan guru sebagai subjek evaluasi.
2. Sasaran Evaluasi
Adapun
sasaran evaluasi di sini mencakup beberapa sasaran penilaian untuk
unsure-unsurnya, meliputi : Input, Transformasi dan Out put.
a. In Put
Berkenaan dengan hal ini ada beberapa aspek yang harus di perhatikan untuk mencapai hasil yang di inginkan, yaitu :
· Kemampuan
Jika
sebuah institusi menginginkan out put yang berguna bagi nusa dan bangsa
maka haruslah memperhatikan atau memilah-milah kemampuan dari beberapa
calon murid. Adapun tes yang di gunakan adalah tes kemampuan.
· Kepribadian
Kepribadian
adalah sesuatau yang terdapat pada diri manusia serta tampak bentuknya
dalam tingkah laku, sehingga seorang pendidik akan mengetahui
satu-persatu calon peserta didiknya. Adapun alat yang di pakai adalah
tes kepribadian.
· Sikap
Sikap
adalah bagian dari tingkah laku manusia yang menggambarkan kepribadian
seseorang, akan tetapi karena sikap ini sangat menonjol dalam pergaulan
maka banyak orang yang ingin tahu lebih dalam informasi khusus terkait
dengannya. Adapun alat yang di pakai adalah tes sikap.
· Intelegensi
Dalam
hal ini para ahli seperti binet dan simon menciptakan tes buatan yang
di kenal dengan tes binet-simon yang dapat mengetahui IQ seseorang,
karena IQ bukanlah intelegensi.
b. Transformasi
Di
sini ada beberapa unsur yang dapat menjadi sasaran atau objek
pendidikan demi di perolehnya hasil pendidikan yang di harapkan, yaitu :
· Kurikulum/materi
· Metode dan cara penilaian
· Media
· Sistem administrasi
· Pendidik dan anggotahnya.
c. Out Put
Penilaian
atas lulusan suatu sekolah di lakukan untuk mengetahui seberapa jauh
tingkah pencapaian atau prestasi belajar mereka selama mengikuti program
tersebut dengan menggunakan tes pencapaian.
Bab 3 PRINSIP DAN ALAT EVALUASI
1. Prinsip Evaluasi
Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi atau hubungan erat tiga komponen, yaitu:
a. Hubungan antara tujuan dengan KBM
Kegiatan
belajar-mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun
oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan
demikian, anak panah yang menunjukkan hubungan antara keduanya mengarah
pada tujuan dengan makna bahwa KBM mengacu pada tujuan, tetapi juga
mengarah dari tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari tujuan dilanjutkan
pemikirannya ke KBM.
b. Hubungan antara tujuan dengan evaluasi
Evaluasi
adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan
sudah tercapai. Dengan makna demikian maka anak panah berasal dari
evaluasi menuju ke tujuan. Di lain sisi, jika dilihat dari langkah,
dalam menyusun alat evaluasi ia mengacu pada tujuan yang sudah
dirumuskan.
c. Hubungan antara KBM dengan evaluasi
Seperti
yang sudah disebutkan dalam poin (a), KBM dirancang dan disusun dengan
mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan. Telah disebutkan pula dalam
poin (b) bahwa alat evaluasi juga disusun dengan mengacu pada tujuan.
Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan
dengan KBM yang dilaksanakan. Sebagai misal, jika kegiatan
belajar-mengajar dilakukan oleh guru dengan menitikberatkan pada
keterampilan, evaluasinya juga harus mengukur tingkat keterampilan
siswa, bukannya aspek pengetahuan.
2. Alat Evaluasi
Secara
garis besar, maka alat-alat evaluasi yang digunakan dapat digolongkan
menjadi dua macam, yaitu tes dan non tes. Dibawah ini akan dijelaskan
secara rinci macam-macam tes dan non tes.
a. Teknik Non Tes
Ada beberapa teknik non-tes yaitu:
1) Skala Bertingkat
Skala
menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil
pertimbangan. Sebagai contoh adalah skor yang diberikan oleh guru di
sekolah untuk menggambarkan tingkat prestasi belajar siswa.
2) Kuesioner
Kuesioner (questionaire)
juga sering dikenal sebagai angket. Pada dasarnya, kuesioner adalah
sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur.
Tentang macam kuesioner, dapat ditinjau dari beberapa segi :
a) Ditinjau dari siapa yang menjawab, maka ada :
Ø Kuesioner
langsung. Kuesioner dikatakan langsung jika kuesioner tersebut
dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban
tentang dirinya.
Ø Kuesioner
tidak langsung. Kuesioner tidak langsung adalah kuesioner yang
dikirimkan dan diisi oleh orang yang bukan diminta keterangannya.
b) Ditinjau dari segi cara menjawab maka dibedakan atas:
Ø Kuesioner
tertutup. Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang disusun dengan
menyediakan pilihan jawaban langkah sehingga pengisi hanya tinggal
memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
Ø Kuesioner
terbuka. Kuesioner terbuka adalah kuesioner yang disusun sedemikian
rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya.
3) Daftar cocok (check list). Yang dimaksud dengan daftar cocok adalah deretan pertanyaan, dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok ( √ ) di tempat yang sudah disediakan.
4) Wawancara.
Wawancara atau interview adalah suatu cara yang digunakan untuk
mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak.
Wawancara dapat dilakuakan dengan 2 cara, yaitu:
Ø Intervieu
bebas, di mana responden mempunyai kebebasan umtuk mengutarakan
pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh
subjek evaluasi.
Ø Intervieu
terpimpin, yaitu intervieu yang dilakukan oleh subjek evaluasi dengan
cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih
dahulu.
5) Pengamatan.
Pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan
cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara
sistematis. Ada 3 macam observasi:
Ø Observasi partisipan,
yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat, tetapi dalam pada itu
pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati.
Ø Observasi sistematik, yaitu observasi di mana faktor yang diamati sudah didaftar secara sistematis, dan sudah diatur menurut kategorinya.
Ø Observasi eksperimental
Ø Observasi eksperimental terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok
6) Riwayat hidup. Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya
b. Teknik Tes
Dibawah ini ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian tes.
- Dalam bukunya “Evaluasi Pendidikan”, Drs. Amin Daien Indrakusuma mengatakan bahwa tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat.
- Dalam bukunya “ Teknik-teknik Evaluasi”, Mucthar Bukhori mengatakan tes ialah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok murid.
- Dalam buku “Encyclopedia of Educational Evaluation”, diterangkan “Test is comprehensive assessment of an individual or to an entire program evaluation effort” (tes adalah penilaian yang kompherensif terhadap seorang individu atau keseluruhan usaha evaluasi program.
Dari
beberapa kutipan dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tes
merupakan suatu alat pengumpul informasi tetapi jika dibandingkan dengan
alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi karena penuh dengan
batasan-batasan
Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas adanya tiga macam tes, yaitu:
- Tes diagnostic. Tes Diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
- Tes Formatif. Dari kata “form” yang merupakan dasar dari istilah “formatif” maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti sesuatu program tertentu. Dalam kedudukannya seperti ini tes formatif dapat juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran. Evaluasi formatif mempunyai manfaat baik bagi siswa, guru, maupun bagi program itu sendiri. Manfaat bagi siswa:
Ø Untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan program secara menyeluruh.
Ø Merupakan penguatan (reinforcement) bagi siswa.
Ø Usaha perbaikan.
Ø Sebagai diagnose.
Ø Manfaat bagi guru
Ø Mengetahui sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa
Ø Mengetahui bagian mana dari bahan pelajaran yang belum menjadi milik siswa.
Ø Dapat meramalkan sukses dan tidaknya seluruh program yang akan diberikan.
Manfaat bagi program. Setelah diadakan test formatif maka diperoleh hasil. Dari hasil tersebut dapat diketahui :
ü Apakah program yang telah diberikan merupakan program yang tepat dalam arti sesuai dengan kecakapan anak.
ü Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-pengetahuan prasyarat yang belum diperhitungkan.
ü Apakah diperlukan alat, sarana dan prasarana untuk mempertinggi hasil yang akan dicapai.
ü Apakah metode, pendekatan dan alat evaluasi yang digunakan sudah tepat.
- Tes Sumatif
Evaluasi
sumatif atau tes sumatif merupakan tes yang dilaksanakan setelah
berakhirnya sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar.
Manfaat tes sumatif, ialah:
v Untuk menentukan nilai.
v Untuk menentukan seorang anak dapat atau tidaknya mengikuti kelompok dalam menerima program berikutnya.
v Untuk
mengisi catatan kemajuan belajar siswa yang akan berguna bagi orang tua
siswa, pihak bimbingan dan penyuluhan disekolah, serta pihak-pihak lain
apabila siswa tersebut akan pindah ke sekolah lain, akan melanjutkan
belajar atau akan memasuki lapangan kerja
3. Perbandingan antara Tes Diagnostik, Formatif, dan Sumatif
Dalam membandingkan, akan ditinjau dari 9 aspek, yaitu :
a. Ditinjau dari fungsinya
1) Tes diagnostik
· Menentukan apakah bahan prasyarat telah dikuasai atau belum.
· Menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang dipelajari.
· Memisah-misahkan (mengelompokkan) siswa berdasarkan kemampuan dalam menerima pelajaran yang akan dipelajari.
· Menetukan kesulitan-kesulitan belajar yang dialami untuk menentukan cara yang khusus untuk mengatasi atau memberikan bimbingan.
2) Tes formatif
Sebagai umpan balik bagi siswa, guru, maupun program untuk menilai pelaksanaan satu unit program.
3) Tes sumatif
Untuk
memberikan tanda kepada siswa bahwa telah mengikuti suatu program,
serta menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan kawannya
dalam kelompok.
b. Ditinjau dari waktu
1) Tes diagnostik
o Pada waktu penyaringan calon siswa
o Pada waktu membagi kelas atau permulaan memberikan pelajaran.
o Selama pelajaran berlangsung bila guru akan memberikan bantuan siswa.
2) Tes formatif
Selama pelajaran berlangsung untuk mengetahui kekurangan agar pelajaran dapat berlangsung sebaik-baiknya.
3) Tes sumatif. Pada akhir unit caturwulan, semester akhir tahun, atau akhir pendidikan.
c. Ditinjau dari titik berat penilaian
1) Tes diagnostik
Ø Tingkah laku kognitif, afektif, dan psikomotor.
Ø Faktor-faktor fisik, psikologis, dan lingkungan.
2) Tes formatif. Menekankan pada tingkah laku kognitif.
3) Tes
sumatif. Pada umumnya menekankan pada tingkah laku kognitif, tetapi ada
kalanya pada tingkah laku psikomotor dan kadang-kadang pada afektif.
d. Ditinjau dari alat evaluasi
1) Tes diagnostik
Ø Tes prestasi belajar yang sudah distandarisasikan.
Ø Tes diagnostik yang sudah distandarisasikan.
Ø Tes buatan guru.
Ø Pengamatan dan daftar cocok.
2) Tes formatif
Tes prestasi belajar yang tersusun secara baik.
3) Tes sumatif
Tes ujian akhir.
e. Ditinjau dari cara memilih tujuan yang dievaluasi
1) Tes diagnostik
Ø Memilih tiap-tiap keterampilan prasyarat.
Ø Memilih tujuan setiap program pelajaran secara berimbang.
Ø Memilih yang berhubungan dengan tingkah laku fisik, mental, dan perasaan.
2) Tes formatif
Mengukur semua tujuan instruksional khusus.
3) Tes sumatif
Mengukur tujuan instruksional umum.
f. Ditinjau dari tingkat kesulitan tes
1) Tes diagnostik
Untuk tes diagnostik mengukur keterampilan dasar, diambil soal tes yang mudah.
2) Tes formatif
Belum dapat ditentukan
3) Tes sumatif
Rata-rata mempunyai tingkat kesulitan (indek kesukaran) antara 0,35-0,70.
g. Ditinjau dari scoring (cara menyekor)
1) Tes diagnostik
Menggunakan standar mutlak dan standar relatif
2) Tes formatif
Menggunakan standar mutlak
3) Tes sumatif
Kebanyakan menggunakan standar relatif, tetapi dapat pula dipakai standar mutlak
h. Ditinjau dari tingkat pencapaian
Yang dimaksud dengan tingkat pencapaian adalah skor yang harus dicapai siswa dalam setiap tes.
1) Tes diagnostik
Untuk
tes diagnostik yang sifatnya memonitor kemajuan, tingkat pencapaian
yang diperoleh siswa merupakan informasi tentang keberhasilannya.
2) Tes formatif
Ditinjau
dari tujuan, tes formatif digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah
mencapai tujuan insruksional umum yang diuraikan menjadi tujuan
instruksional khusus.
3) Tes sumatif
Sesuai
dengan fungsi tes sumatif yaitu memberikan tanda kepada siswa bahwa
mereka telah mengikuti suatu program dan untuk menentukan posisi
kemampuan siswa dibandingkan dengan kawan dalam kelompoknya, maka tidak
diperlukan suatu tuntutan harus berapa tingkat penguasaan yang dicapai.
i. Ditinjau dari cara pencatatan hasil
1) Tes diagnostik
Dicatat dan dilaporkan dalam bentuk profil
2) Tes formatif
Prestasi tiap siswa dilaporkan dalam bentuk catatan berhasil atau gagal menguasai suatu tugas.
3) Tes sumatif
Keseluruhan skor atau sebagian skor dari tujuan-tujuan yang dicapai.
Bab 4 MASALAH TES
1. Pengertian
Istilah tes berasal dari bahasa Prancis Kuno yaitu “testum” yang berarti piring untuk menyisihkan logam mulia. Dalam bahasa Indonesia tes diterjemahkan sebagai ujian atau percobaan.
Menurut Arikunto (2010: 53),
tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau
mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah
ditentukan.
2. Ciri-Ciri Tes yang Baik
Suharsismi Arikunto (2008: 57-62) menyatakan bahwa suatu tes dapat dikatakan baik apabila memenuhi lima syarat yaitu:
a) Validitas
merupakan ketepatan, tes yang sebagai alat ukur dikatakan valid jika
tes itu tepat pada hasil belajar dan akan menghasilkan yang valid pula.
b) Reliabilitas, jika memberikan hasil yang tetap dari suatu tes, tidak terpengaruh oleh apapun.
c) Objektifitas berarti tidak ada unsur pribadi yang mempengaruhinya, tidak ada unsur subjektifitas yang mempengaruhi tes tersebut.
d) Praktikabilitas,
tes ini merupakan tes yang praktis, mudah dan tidak mengecoh. Mudah
pelaksanaannya, mudah diperiksa, dan dilengkapi dengan petunjuk sehingga
dapat diberikan kepada orang lain.
e) Ekonomis, bahwa pelaksanaan tes tidak membutuh biaya yang mahal dan tidak membuang waktu.
Bab 5 VALIDITAS
Validitas
adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrument. Suatu instrument yang valid atau sahih
mempunyai validitas tinggi, sebaliknya, instrument yang kurang valid
berarti memiliki validitas rendah (Suharsimi Arikunto 2006).
1. Macam -Macam Validitas
Menurut Suharsimi ada dua jenis validitas yaitu validitas logis dan validitas empiris. Sementara validitas itu terbagi menjadi beberapa4 yaitu validitas isi, validitas konstrak, validitas “ada sekarang” dan validitas predictive.
a. Validitas isi (content validity)
Yaitu
pengujian terhadap isi yang terkandung dalam tes hasil belajar
tersebut. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur
tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran
yang diberikan. Validitas isi merupakan validitas yang diperhitungkan
melalui pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional.
Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah “sejauh mana
item-item dalam suatu alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek
yang hendak diukur oleh alat ukur yang bersangkutan?” atau berhubungan
dengan representasi dari keseluruhan kawasan.
Pengertian
“mencakup keseluruhan kawasan isi” tidak saja menunjukkan bahwa alat
ukur tersebut harus komprehensif isinya akan tetapi harus pula memuat
hanya isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur.
Walaupun
isi atau kandungannya komprehensif tetapi bila suatu alat ukur
mengikutsertakan pula item-item yang tidak relevan dan berkaitan dengan
hal-hal di luar tujuan ukurnya, maka validitas alat ukur tersebut tidak
dapat dikatakan memenuhi ciri validitas yang sesungguhnya.Apakah
validitas isi sebagaimana dimaksudkan itu telah dicapai oleh alat ukur,
sebanyak tergantung pada penilaian subjektif individu. Dikarenakan
estimasi validitas ini tidak melibatkan komputerisasi
statistik, melainkan hanya dengan analisis rasional maka tidak
diharapkan bahwa setiap orang akan sependapat dan sepaham dengan
sejauhmana validitas isi suatu alat ukur telah tercapai.
Validitas
isi dapat diusahakan tercapainya sejak saat penyusunan dengan cara
merinci materi kurikulum atau meteri buku pelajaran. Yaitu sejauh mana
tes hasil belajar sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik,
isinya telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan
materi atau bahan pelajaran yang harus diuji.
b. Validitas Konstruksi (Contruct validity)
Secara
etimologis, kata kontruksi mengandung arti susunan, kerangka atau
rekaan. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas kontruksi apabila butir-
butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berfikir
seperti yang disebutkan dalam Tujuan Instruksional Khusus.
Pengujian validitas konstrak merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur. Hasil estimasi validitas konstrak tidak dinyatakan dalam bentuk suatu koefisien validitas.
Dengan
kata lain jika butir- butir soal mengukur aspek berfikir tersebut sudah
sesuai dengan aspek berfikir yang menjadi tujuan instruksional.
Sebagai
contoh jika rumusan Tujuan Instruksional Khusus (TIK), “Siswa dapat
mengenal tata cara memandikan mayat”, maka butir soal pada tes merupakan
perintah bagaimana cara memandikan mayat dengan baik.
c. Pengujian Validitas Tes secara Empiris
Istilah
“Validitas empiris” memuat kata “empiris” yang artinya “pengalaman”
sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki validitas empiris apabila
sudah diuji dari pengalaman. Yang dimaksud dengan validitas empiris
adalah ketepatan mengukur yang didasarkan pada hasil analisis yang
bersifat empirik. Sedangkan menurut Ebel bahwa Empirical Validity adalah
validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu
kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan
apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.
Jadi empirical validity
adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan
suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung
dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran. Bertitik tolak dari
itu maka tes hasil belajar dapat dikatakan telah memiliki validitas
empirik apabila berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap data
hasil pengamatan dilapangan, terbukti bahwa tes hasil belajar itu dengan
secara tepat telah dapat mengukur hasil belajar yang seharusnya
diungkap atau diukur lewat tes hasil belajar tersebut.
Untuk
menentukan apakah tes hasil belajar sudah memiliki validitas empirik
ataukah belum dapat dilakukan penelusuran dari dua segi, yaitu segi daya
ketepatan meramal (prediktif validity), dan daya ketepatan bandingannya
(concurren validity).
d. Validitas Ramalan (Predictive Validity)
Setiap
kali kita menyebutkan istilah “ramalan” maka didalamnya akan terkandung
pengertian mengenai “sesuatu yang bakal terjadi masa yang akan datang “
atau sesuatu yang pada saat sekarang belum terjadi dan baru akan
terjadi pada waktu-waktu yang akan datang. Apabila istilah ramalan
dikaitkan dengan validitas tes maka yang dimaksut dengan validitas
ramalan dari suatu tes adalah suatu kondisi yang menunjukkan seberapa
jauhkah sebuah tes telah dapat dengan secara tepat menunjukkan
kemampuannya untuk meramalkan apa yang bakal terjadi pada masa yang akan
datang.
Menurut
Suharsimi meprediksi artinya meramal, dengan meramal selalu mengenai
hal yang akan datang jadi sekarang belum terjadi. Sebuah tes dikatakan
memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai
kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi masa yang akan datang.
Jadi
pada dasarnya tes yang dilakukan adalah dengan memberikan bentuk soal,
item dan sarat yang diberikan harus memiliki tujuan akhir yang akan
ditempuh sehingga proses atau hasil yang dicapai dapat diprediksi
sebelumnya.
e. Validitas Bandingan (concurrent validity)
Tes
sebagai alat pengukur dapat dikatakan telah memiliki validitas
bandingan apabila tes tersebut dalam kurun waktu yang sama dengan secara
tepat telah mampu menunjukkan adanya hubungan yang searah antara tes
pertama dengan tes berikutnya. Menurut Suharsimi dalam hal ini tes
dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal yang
telah lampau sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah ada.
Validitas
bandingan juga sering dikenal dengan istilah : validitas sama saat,
validitas pengalaman atau validitas ada sekarang. Dikatakan sama saat
sebab validitas tes itu ditentukan atas dasar data hasil tes yang
pelaksanaannya dilakukan pada kurun waktu yang sama. Dikatakan validitas
pengalaman sebab validitas tes tersebut ditentukan atas dasar
pengalaman yang telah diperoleh. Adapun dikatakan sebagai validitas ada
sekarang sebab setiap kali kita menyebut istilah pengalaman maka istilah
itu akan selalu kita kaitkan dengan hal-hal yang telah ada atau hal-hal
yang telah terjadi pada waktu yang lalu, sehingga data mengenai
pengalaman masa yang lalu itu pada saat ini sudah ada di tanggan.
Jadi
dalam rangka menguji validitas bandingan, data yang mencerminkan
pengalaman yang diperoleh masa yang lalu itu, kita bandingkan dengan
data hasil tes yang diperoleh sekarang ini. Jika hasil tes yang ada
sekarang ini mempunyai hubungan searah dengan hasil tes berdasarkan
pengalaman yang lalu, maka tes yang memiliki karakteristik seperti itu
dapat dikatakan telah memiliki validitas bandingan.
Misalnya
seorang guru ingin mengetahui apakah tes sumatif yang disusun sudah
valid atau belum. Untuk itu diperlukan sebuah kriterium masa lalu yang
sekarang datanya dimiliki. Misalnya nilai ulangan harian atau nilai
ulkangan sumatif yang lalu.
Cara mengetahui Validitas Alat Ukur
3. Validitas Butir Soalatau Validitas Item
4. Tes Terstandar Sebagai Kriterium dalam Menentukan Validitas
5. Validitas Faktor
Bab 6 REALIBILITAS
1. Arti Reabilitas Bagi Sebuah Tes
2. Cara-Cara Mencari Besarnya Realibilitas.
Sekali
lagi reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada
subyek yang sama. Untuk mengetahui ketetapan ini pada dasarnya dilihat
kesejajaran hasil.
Kriterium yang digunakan untuk mengetahui ketetapan ada yang berada diluar tes (consistency external) dan pada tes itu sendiri (consistency internal).
a. Metode bentuk Paralel (equivalen)
Tes
parallel atau tes ekuivalen adalah dua buah tes yang mempunyai kesamaan
tujuan, tingkat kesukaran, dan susunan, tetapi butir-butir soalnya
berbeda. Dalam istilah bahasa inggris disebut alternate-forms method (parallel forms).
Dengan
metode bentuk parallel ini, dua uah tes yang paralel, misalnya
Matematika Seri A yang akan dicari reliailitasnya dan Seri B di teskan
pada sekelompok siswa yang sama, kemudian hasilnya dikorelasikan.
Koefisien korelasi dari kedua hasil tes inilah yang menunjukan koefisien
reliabilitas tes Seri A. jika oefisiennya tinggi maka tes tersebut
sudah reliable dan dapat digunakan sebagai alat pengetes yang
terandalkan.
Dalam
menggunakan metode paralel ini pengetes harus menyiapkan dua buah tes,
dan masing-masing dicobakan pada kelompok siswa yang sama. Oleh karena
itu, ada orang yang menyebutkan sebagai double tes-daubel-trial method.
b. Metode tes ulang (test-retest method)
Metode
tes ulang dilakukan orang untuk menghindari penyusunan dua seri tes.
Dalam menggunakan teknik atau metode ini pengetes hanya memiliki satu
seri tes tetapi dicobakan dua kali. Oleh karena tesnya hanya satu dan
dicobakan dua kali, maka metode ini dapat disebut dengan single-test-double-trial method. Kemudian hasil dari kedua tes tersebut dihitung korelasinya.
Untuk
tes yang banyak mengungkap pengetahuan (ingatan) dan pemahaman, cara
ini kurang mengena karena tercoba akan masih ingat akan butir-butir
soalnya. Oleh karena tenggang waktu akan pemberian tes pertama dengan
kedua menjadi permasalahan tersendiri. jika tenggang waktu terlalu
sempit, siswa masih banyak ingat materi. Sebaliknya kalau tenggang waktu
terlalu lama, maka faktor-faktor atau kondisi tes sudah akan berbeda,
dan siswa senddiri barangkali sudah mempelajari sesuatu. Tentu saja
faktor-faktor ini akan berpengaruh pula terhadap reliabilitas.
c. Metode belah dua atau split-half method
Kelemahan penggunaan metode dua tes dua kali percobaan dan satu tes dua kali percobaandiatasi
dengan metode ketiga ini yaitu metode belah dua. Dalam menggunakan
metode ini pengetes hanya menggunakan sebuah tes yang dicobakan satu
kali. Oleh karena itu, disebut juga single-test-single-trial method.
Berbeda
dengan metode pertama dan kedua yang setelah diketemukan koefisien
korelasi langsung ditafsirkan itulah koefisien reliabilitas, maka dengan
metode ketiga ini tidak dapat demikian. Pada waktu membelah dua dan
mengkorelasikan dua belahan, baru diketahui reliabilitas separo tes.
Untuk mengetahui reliabilitas seluruh tes harus digunakan rumus Spearman-rown .
Bab 7 TAKSONOMI
1. Arti dan Letak Taksonomi dalam Pendidikan
2. Taksonomi Bloom
Menurut taksonomi Bloom ini tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan), dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkhinya. Domain-domain tersebut antara lain:
a) Cognitive Domain
(Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
Dalam ranah ini hirarkinya adalah pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).
b) Affective Domain
(Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan
dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
Dalam ranah ini hirarkinya adalah pandangan atau pendapat (opinion) dan sikap atau nilai (attitude, value)
c) Psychomotor Domain
(Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin. Ranah ini tersusun atas keterampilan (skill) dan kemampuan ( abilities)
Taksonomi lain-lainnya:
a. Mc
Guire dan Klickmann (1963) telah menyusun taksonomi untuk bidang
biologi, Wood (1968) untuk matematika, Leuis (1965) untuk IPA.
b. Guilford telah menciptakan pola yang menggambarkan struktur intelek dalam bentuk kubus
c. Gagne dan Merrill menyebutkan ada 8 hierarki tingkah laku, antara lain:
ü Signal learning
ü Stimulus-response learning
ü Chaining
ü Verbal associating
ü Discrimination learning
ü Concept learning
ü Rule learning
ü Problem solving.
d. Garlach
dan Sullivan mencoba mengganti gambaran tentang proses dalam rumusan
yang umum menjadi tingkah laku siswa yang dapat diamati. Kategori yang
diajukan adalah:
ü Identify
ü Name
ü Describe
ü Construct
ü Order
ü Demonstrate.
e. De Block mengemukakan model yang didasarkan pada tujuan-tujuan mengajar. Dia mejukan 3 arah dalam kegiatan mengajar:
ü From partial to more integral learning
ü From limited to fundamental learning
ü From special to eneral learning.
Bab 8 TUJUAN INTRUKSIONAL
1. Bermacam-Macam Tujuan Pendidikan.
Tujuan Pendidikan Nasional
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pengembangan
di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara Pancasila dan
diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang ber-Pancasila
dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya
memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas
dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang
rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi
pekerti yang luhur, mencitai bangsanya dan mencintai sesama manusia
sesuai dengan ketentuan termaktub dalam UUD 1945.
Dengan adanya pendidikan,
maka akan timbul dalam diri seseorang untuk berlomba-lomba dan
memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan.
Pendidikan merupakan salah satu syarat untuk lebih memajukan pemrintah
ini, maka usahakan pendidikan mulai dari tingkat SD sampai pendidikan di
tingkat Universitas.
2. Tujuan Instruksional(Intructional Objectives)
Suharsimi
Arikunto menyatakan dalam tujuan instruksional umum menggunakan kata
kerja yang masih umum dan tidak dapat diukur, maka dibutuhkan tujuan
instruksional khusus. Jadi ada 2 macam tujuan instruksional:
ü tujuan instruksional umum ( TIU)
ü tujuan instruksional khusus (TIK)
Adapun manfaat tujuan instruksional adalah:
a. Pendidik mempunyai arah untuk memilih bahan pelajaran dan memilih prosedur (metode) mangajar,
b. Peserta didik mengetahui arah belajarnya,
c. Setiap
pendidik mengetahui batas-batas tugas dan wewenang mengajarkan suatu
bahan sehingga diperkecil kemungkinan timbulnya celah (gap) atau saling menutup (overlap) antar pendidik,
d. Pendidik mempunyai patokan dalam mengadakan penilaian kemajuan belajar peserta didik,
e. Pendidik sebagai pelaksana dan petugas-petugas pemegang kebijaksanaan (decision maker) mempunyai kriteria untuk mengevaluasi kualitas maupun efiensi pengajaran.
3. Merumuskan Tujuan Intruksional.
Bagaimana cara merumuskan tujuan pembelajaran atau indikator hasil belajar itu?ada
empat komponen pokok yang harus nampak dalam rumusan indikator hasil
belajar seperti yang digambarkan dalam pertanyaan berikut:
a) Siapa yang belajar atau yang diharapkan dapat mencapai tujuan atau mencapai hasil belajar itu?
b) Tingkah laku atau hasil belajar yang bagaimana yang diharapkan dapat dicapai itu?.
c) Dalam kondisi yang bagaimana hasil belajar itu dapat ditampilkan?
d) Seberapa jauh hasil belajar itu bisa diperoleh.
4. Langkah-LangkahyangDilakukan dalam Merumuskan Tujuan Intruksioanal Khusus.
a. Membuat
sejumlah TIU (Tujuan Instruksional Umum) untuk setiap mata
pelajaran/bidang studi yang akan diajarkan dalam kurikulum 1975 maupun
1984, TIU sudah ada tercantum dalam buku garis-garis besar program
pengajaran. Dalam merumuskan TIU digunakan kata kerja yang sifatnya
masih umum dan tidak dapat di ukur karena perubahan tingkah laku masih
terjadi di dalam diri manusia.
b. Dari
masing-masing TIU dijabarkan menjadi sejumlah TIK yang rumusannya
jelas, khusus, dapat dimengerti, terukur, dan menunjukkan perubahan
tingkah laku.
Contoh-contoh rumusan untuk TIU:
Ø Memahami teori evaluasi.
Ø Mengetahui perbedaan antara skor dan nilai.
Ø Mengerti cara mencari validita.
Ø Menghayati perlunya penilaian yang tepat.
Ø Menyadari pentingnya mengikuti kuliah dengan teratur.
Ø Menghargai kejujuran mahasiswa dalam mengerjakan tes.
5. Tingkah Laku Akhir
Tingkah
laku akhir adalah tingkah laku yang diharapkan setelah peserta didik
mengalami proses belajar. Di sini tingkah laku ini harus menampakkan
diri dalam suatu perbuatan yang dapat diamati dan diukur (observable and measurable).
Contoh:
ü Menuliskan kalimat perintah,
ü Mengalikan pecahan persepuluh,
ü Menggambarkan kurva normal,
ü Menyebutkan batas-batas Daerah Istimewa Yogyakarta,
ü Menceritakan kembali uraian guru,
Dan lain-lain yang berwujud kata kerja perbuatan/operasional (Action Verb) yang dapat diamati dan diukur.
6. Kata-Kata operasioanal
a. Kognitif
ü Pengetahuan (knowledge). Kata-kata
instruksional yang sering digunakan: Mendefinisikan, mendeskripsikan,
mengidentifikasi, mendaftarkan, menjodohkan, menyebutkan, menyatakan (state), mereproduksi.
ü Pemahaman (comprehension). Kata-kata instruksional yang sering digunakan: mempertahankan, membedakan, menduga (estimate), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan, contoh, menuliskan kembali, menggunakan.
ü Aplikasi.
Kata-kata instruksional yang sering digunakan: mengubah, menghitung,
mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasi, memodifikasi,
mengoperasikan, meramalkan, menyiapkan, menghasilkan, menghubungkan,
menunjukkan, memecahkan, menggunakan.
ü Analisis.
Kata-kata instruksional yang sering digunakan: memerinci, menyusun
diagram, membedakan, mengidentifikasi, mengilustrasikan, menyimpulkan,
menunjukkan, menghubungkan, memilih, memisahkan, membagi (subdivides).
ü Sintesis.
Kata-kata instruksional yang sering digunakan: mengategorikan,
mengombinasikan, mengarang, menciptakan, membuat desain, menjelaskan,
memodifikasikan, mengorganisasikan, menyusun, membuat rencana, mengatur
kembali, merekronstuksikan, menghubungkan, mereorganisasikan, merevisi,
menuliskan kembali, menuliskan, menceritakan.
ü Evaluasi.
Kata-kata instruksional yang sering digunakan: menilai, membandingkan,
menyimpulkan, mempertentangkan, mengkritik, mendeskripsikan, membedakan,
menerangkan, memutuskan, menafsirkan, menghubungkan, membantu (supports).
b. Afektif
ü Reesiving. Kata-kata
instruksional yang sering digunakan: menanyakan, memilih,
mendeskripsikan, mengikuti, memberikan, mengidentifikasikan,
menyebutkan, menunjukkan, memilih, menjawab.
ü Responding. Kata-kata
instruksional yang sering digunakan: menjawab, membantu, mendiskusikan,
menghormat, berbuat, melakukan, membaca, memberikan, menghafal,
melaporkan, memilih, menceritakan, menulis.
ü Valuing. Kata-kata
instruksional yang sering digunakan: melengkapi, menggambarkan,
membedakan, menerangkan, mengikuti, membentuk, mengundang, menggabung,
mengusulkan, membaca, melaporkan, memilih, bekerja, mengambil bagian (share), mempelajari.
ü Organization. Kata-kata
instruksional yang sering digunakan: mengubah, mengatur, menggabungkan,
membandingkan, melengkapi, mempertahankan, menerangkan,
menggeneralisasikan, mengidentifikasikan, mengintregasikan,
memodifikasikan, mengorganisir, menyiapkan, menghubungkan,
mensistesiskan.
ü Characterization by value or value complex. Kata-kata
instruksional yang sering digunakan: membedakan, menerapkan,
mengusulkan, memperagakan, mempengaruhi, mendengarkan, memodifikasikan,
mempertunjukkan, menanyakan, merevisi, melayani, memecahkan,
menggunakan.
c. Psikomotorik
ü Musclar or motor skills. Kata-kata
instruksional yang sering digunakan: mempertontonkan gerak, menunjukkan
hasil (pekerjaan tangan), melompat, menggerakkan, menampilkan.
ü Manipulation of materials or objects. Kata-kata instruksional yang sering digunakan: mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, membentuk.
ü Neuromusclar coordination. Kata-kata
instruksional yang sering digunakan: mengamati, menerapkan,
menghubungkan, menggandeng, memotong, menarik, memasang, menarik,
menggunakan.
Kata-kata
yang telah disajikan di atas merupakan kata-kata kerja yang dipakai
dalam merumuskan tujuan instruksional khusus bagi peserta didik yang
belajar, sehingga rumusan seutuhnya menjadi pernyataan-pernyataan,
sebagai berikut:
1) Peserta didik dapat menghafal ibu kota negara bagian Jerman.
2) Peserta didik dapat menunjukkan letak ibu kota negara bagian Jerman.
3) Peserta didik dapat membuat kalimat dalam Bahasa Jerman.
7. Kondisi Demonstrasi
Kondisi
demonstrasi adalah komponen TIK yang menyatakan suatu kondisi atau
situasi yang dikenakan kepadapeserta didik pada saat pendidik
mendemonstrasikan tingkah laku akhir.
Standar
keberhasilan adalah kelompok TIK yang menunjukkan seberapa jauh tingkat
keberhasilan yang di tuntut oleh penilai bagi tingkah laku pelajar pada
situasi akhir.
Tingkat keberhasilan dapat dinyatakan dalam jumlah maupun prsentase, misalnya:
a) Dengan 75% betul.
b) Sekurang-kurangnya 5 dari 10.
c) Tanpa kesalahan.
Dalam
pedoman pelaksanaan kurikulum di jelaskan bahwa dalam kegiatan
belajar-mengajar pendidik di haruskan memperhatikan pula keterampilan
tentang prosesnya. Pendekatan ini di sebut dengan istilah pendekatan
keterampilan proses. Keterampilan-keterampilan di maksud meliputi
keterampilan dalam hal:
a) Mengamati.
b) Menginterprestasikan (menafsirkan) hasil pengamatan.
c) Merabalkan.
d) Menerapkan konsep.
e) Merencanakan penelitian.
f) Melaksanakan penelitian.
g) Mengkomunikasikan hasil penemuan.
Sesuai
dengan tuntutan tersebut maka pendidik dalam merumuskan tujuan
instruksional khusus harus mengandung apa yang dilakukan peserta didik
dalam kegiatan belajar-mengajar.
Tujuan instruksional umum yang termuat sudah dirumuskan dalam satu rumusan yang menjelaskan:
a) Materi yang dipelajari.
b) Perilaku mengutarakan hasil.
c) Proses pencapaiannya.
Bab 9 TES STANDAR DAN TES BUATAN GURU
1. Pengertian Tes Standar
Tes
adalah salah satu bentuk instrumen evaluasi untuk mengukur seberapa
besar kemampuan siswa dalam memahami dan menguasai pokok-pokok materi
yang sudah diajarkan. Tes ada yang dibuat oleh seorang guru yang
kemudian disebut tes buatan guru dan ada tes yang sudah memenuhi standar
suatu satuan pendidikan maupun lembaga pendidikan yang kemudian disebut
tes terstandar.
Dalam
menilai, baik tes terstandar maupun tes buatan guru ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan validitas dan reliabilitas.
Tes kemampuan pada dasarnya terbagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Aptitude test
b. Achievement tes
Perbedaan antara dua tes ini sebenearnya tidak tegas, soal – soal mengenai kedua tes tersebut sering kali saling melingkupi ( overlap
). Untuk kedua macam tes ini biasanya menggunakan hitung – hitungan dan
perbendaharaan kata – kata dan sekelompok tes dari kedua macam tes ini
biasanya juga menguji tentang keterampilan membaca. Kesamaan yang lain
adalah bahwa keduanya telah digunakan untuk meramalkan hasil untuk yang
masa akan dating, walaupun pada umumnya jika kita menggunakan tes
prestasi penilai melihat apa yang telah diperoleh setelah siswa (
tercoba ) itu diberi suatu pelajaran.
2. Tes Prestasi Standar
Di antara tes prestasi yang digunakan di sekolah ada yang dinamakan tes prestasi standar. Dalam salah satu kamus, arti kata ”standar” adalah:
“A degree of level of requirement, excellence, or attainment”
Standar
untuk siswa dapat dimaksudkan sebagai suatu tingkat kemampuan yang
harus dimiliki bagi suatu program tertentu. Mungkin standar bagi suatu
kursus A berbeda dengan B. Jadi standar ini dapat dibuat “keras” maupun
“lunak” tergantung dari yang mempunyai kebijaksanaan.
Suatu tes standar dengan demikian berbeda dengan tes prestasi biasa.
Prosedur
yang digunakan untuk menyusun tes standar untuk tes prestasi melalui
cara langsung yang ditumbuhkan dari tes yang digunakan di kelas.
Sedangkan spesifikasi yang digunakan untuk menentukan isi dalam tes
bakat biasanya didasarkan atas analisis job (jabatan) atau analisis
tugas yang merupakan tuntutan calon pekerjaannya. Disamping itu juga
mempertimbangkan sifat-sifat yang ada pada manusia. Analisis jabatan
analisis tugas yang dilakukan biasanya tidak tidak didasarkan atas satu
kurikulum, tetapi diambil dari masyarakat.
Istilah
“standar” dalam tes dimaksudkan bahwa semua siswa menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang sama dari sejumlah besar pertanyaan
dikerjakan dengan menggunakan petunjuk yang sama dan dalam batasan waktu
yang sama pula. Dengan demikian maka seolah-olah ada suatu standar atau
ukuran sehingga diperoleh suatu standar penampilan (performance) dan penampilan kelompok lain dapat dibandingkan dengan penampilan kelompok standar tersebut.
Istilah
“standar” tidak mengandung arti bahwa tes tersebut mengukur apa yang
harus dan dapat diajarkan pada suatu tingkat tertentu atau bahwa tes itu
menyiapkan suatu standar prestasi dimana siswa harus dan dapat mencapai
suatu tingkat tertentu. Sekali lagi, tes standar dipolakan untuk
penampilan prestasi sekarang (yang ada) yang dilaksanakan secara
seragam, diusahakan dalam kondisi yang seragam, baik itu diberikan
kepada siswa dalam pelaksanaan perseorangan maupun siswa sebagai anggota
dari suatu kelompok.
3. Perbandingan Antara Tes Standar dengan Tes Buatan Guru
Tes
standar disusun dalam tipe-tipe soal yang sama yang meliputi bahan atau
pengetahuan yang sama banyak dengan bahan atau pengetahuan yang dicakup
oleh tes buatan guru. Lalu apakah perbedaan antara tes standar dengan tes buatan guru, atau apakah keburukan dan keuntungan tes standar?
Pertama, marilah kita tinjau perbedaan antara tes standar dengan tes buatan guru. Perbedaannya adalah sebagai berikut:
Tes Standar
|
Tes Buatan Guru
|
a. Didasarkan atas bahan dan tujuan umum dari sekolah-sekolah di seluruh Negara.
Mencakup aspek yang luas dan pengetahuan atau keterampilan dengan hanya sedikit butir tes untuk setiap keterampilan atau topik.
c. Disusun dengan kelengkapan staf profesor, pembahas, dan editor butir tes.
d. Menggunakan butir tes yang sudah diujicobakan (try out), dianalisis dan direvisi sebelum menjadi sebuah tes.
e. Mempunyai reliabilitas yang tinggi.
f. Dimungkinkan menggunakan norma untuk seluruh Negara.
|
a. Didasarkan atas bahan dan tujuan khusus yang dirumuskan oleh guru untuk kelasnya sendiri.
b. Dapat terjadi hanya mencakup pengetahuan atau keterampilan yang sempit.
c. Biasanya disusun sendiri oleh guru dengan sedikit atau tanpa bantuan orang lain/tenaga ahli.
d. Jarang menggunakan butir tes yang sudah diujicobakan, dianalisis dan direvisi.
e. Mempunyai reliabilitas sedang atau rendah.
f. Norma kelompok terbatas kelas tertentu.
|
Kedua,
untuk menyusun tes standar, diutuhkan waktu yang lama. Seperti
disebutkan ahwa untuk memperoleh sebuah tes standar melalui prosedur:
§ Penyusunan;
§ Uji coba;
§ Analisa;
§ Revisi;
§ Edit.
Kelima kegiatan ini membutuhkan waktu lama.
4. Kegunaan Tes Standar
Secara singkat dapat dikemukakan bahwa kegunaan tes standar adalah:
§ Jika ingin membuat perbandingan,
§ Jika banyak orang yang akan memasuki suatu sekolah tetapi tidak tersedia data tentang calon ini.
Secara garis besar kegunaan tes standar adalah:
Ø Membandingkan prestasi belajar dengan pembawaan individu atau kelompok.
Ø Membandingkan tingkat prestasi siswa dalam keterampilan di berbagai bidang studi untuk individu atau kelompok.
Ø Membandingkan prestasi siswa antara berbagai sekolah atau kelas.
Ø Mempelajari perkembangan siswa dalam suatu periode waktu tertentu.
5. Kegunaaan Tes Buatan
Secara singkat dapat dikemukakan bahwa kegunaan tes buatan guru adalah:
vUntuk menentukan seberapa baik siswa telah menguasai bahan pelajaran yang diberikan dalam waktu tertentu.
vUntuk menentukan apakah sesuatu tujuan telah tercapai.
vUntuk memperoleh suatu nilai.
Selanjutnya baik tes standar dan tes buatan guru dianjurkan dipakai jika hasilnya akan digunakan untuk:
· Mengadakan diagnosis terhadap ketidakmampuan siswa.
· Menentukan tempat siswa dalam suatu kelas atau kelompok.
· Memberikan bimbingan kepada siswa dalam pendidikan dan pemilihan jurusan.
· Memilih siswa untuk program-program khusus.
6. Kelengkapan Tes Standar
Sebuah
tes yang sudah distandardisasikan dan sudah dapat disebut sebagai tes
standar, biasanya dilengkapi dengan sebuah manual. Manual ini memuat
keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk yang perlu terutama yang
menjelaskan tentang pelaksanaan, menskor, dan mengadakan
interpretasi.Secara garis besar manual tes standar ini memuat:
a. Ciri-ciri mengenai tes, misalnya menyebutkan tingkat validitas, tingkat reliabilitas dan sebagainya.
b. Tujuan serta keuntungan-keuntungan dari tes. Misalnya yang disebutkan untuk siapa tes tersebut diberikan dan untuk tujuan apa.
c. Proses standardisasi tes. Misalnya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan sampel.
o Besarnya sampel,
o Teknik sampling,
o Kelompok mana yang diambil sebagai sampel (sifat sampel).
Juga mengenai taraf kepercayaan yang diambil dan bagaimana kaitannya dengan hasil tes.
d. Petunjuk-petunjuk tentang cara melaksanakan tes
Misalnya:
dilaksanakan dengan lisan atau tertulis, waktu yang digunakan untuk
mengerjakan setiap bagian, boleh tidaknya tercoba keluar jika sudah
selesai mengerjakan soal itu dan sebagainya.
e. Petunjuk-petunjuk bagaimana cara menskor
Misalnya:
untuk beberapa skor tiap-tiap soal/unit, menggunakan sistem hukuman
atau tidak, bagaimana cara menghitung nilai akhir dan sebagainya.
f. Petunjuk-petunjuk untuk menginterpretasikan hasil
Misalnya:
o Betul nomor sekian sampai sekian cocok untuk jabatan kepala seksi,
o Betul nomor sekian saja, cocok untuk jabatan guru dan sebagainya.
g. Saran-saran lain
Misalnya: siapa harus menjadi pengawas, bagaimana seandainya tidak ada calon yang mencapai skor tertentu dan sebagainya
Bab 10 PENYUSUSNAN TES
1. Fungsi Tes
Fungsi tes dapat ditinjau dari 3 hal :
a. fungsi untuk kelas
b. fungsi untuk bimbingan.
c. fungsi untuk administrasi
a. Fungsi untuk Kelas, tes dapat berfungsi untuk :
1) mengadakan diagnosis terhadap kesulitan belajar siswa
2) mengevaluasi celah antara bakat dengan pencapaian
3) menaikkan tingkat prestasi
4) mengelompokkan siswa dalam kelas pada waktu metode kelompok
5) merencanakan kegiatan proses belajar mengajar untuk siswa secara perseorangan.
6) menentukan siswa mana yang memerlukan bimbingan khusus
7) menentukan tingkat pencapaian untuk setiap anak.
b. Fungsi untuk Bimbingan, tes dapat berfungsi untuk :
1) menentukan arah pembicaraan dengan orang tua tentang anak-anak mereka.
2) membantu siswa dalam menentukan pilihan.
3) membantu siswa mencapai tujuan pendidikan dan jurusan.
4) memberi kesempatan kepada pembimbing, guru, dan orang tua dalam memahami kesulitan anak.
c. Fungsi untuk Administrasi
1) memberi petunjuk dalam mengelompokkan siswa.
2) penempatan siswa baru
3) membantu siswa memilih kelompok
4) menilai kurikulum
5) memperluas hubungan masyarakat
6) menyediakan informasi untuk badan-badan lain di luar sekolah.
2. Langkah-Langkah dalam Penyusunan Tes
a. Menentukan tujuan mengadakan tes
b. Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan.
c. Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) dari tiap bagian bahan.
d. Menderetkan
semua TIK dalam tabel persiapan yang memuat pula aspek tingkah laku
dalam terkandung TIK itu, tabel digunakan untuk identifikasi terhadap
tingkah laku yang dikehendaki, agar tidak terlewati.
e. Menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi, aspek berfikir yang diukur beserta imbangan antara kedua hal tersebut. (Uraian penjelasan tentang tabel spesifikasi i akan kami jelaskan di sub bab berikutnya)
f. Menuliskan butir-butir soal, didasarkan atas TIK-TIK yang sudah dituliskan pada tabel TIK dan aspek tingkah laku yang dicakup
3. Komponen-Komponen Tes
Komponen Test terdiri dari:
a. Buku tes, yakni lembaran atau buku yang memuat butir-butir soal yang mesti dikerjakan oleh siswa
b. Lembar jawaban tes,
yaitu lembaran yang disediakan oleh penilain bagi testee untuk
mengerjakan tes, untuk bentuk pilihan ganda dibuat lembaran nomor dan
huruf A, B, C, D, E menurut banyaknya alternative yang disediakan
c. Kunci jawaban tes,
berisi jawaban-jawaban yang dikehendaki. Kunci jawaban ini dapat berupa
huruf atau kalimat. Untuk test bentuk uraian yang dituliskan adalah
kata-kata kunci atau kalimat seingkat untuk memberikan ancar-ancar
jawaban. Ide dari kunci jawaban ini adalah:
1) Pemeriksaan tes dapat dilakukan oleh orang lain
2) Pemeriksaannya betul,
3) Dilakukan dengan mudah,
4) Sedikit mungkin masuknya unsur subjektif
d. Pedoman penilaian, pedoman
penilaian atau pedoman skoring, berisi tentang pedoman perincian
tentang skor atau angka yang diberikan kepada siswa bagi soal-soal yang
telah dikerjakan.Contoh pedoman penilaian:
Untuk penilaian dengan contoh soal diatas, tiap soal diberi skor 5.
Jumlah skor : 5×20= 100
Bab 11 TES TERTULIS UNTUK PRESTASI BELAJAR
1. Bentuk-Bentuk Tes
a. Tes subyektif.
Secara umum soal subyektif adalah pertanyaan yang menuntut peserta
didik menjawab dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan,
membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai
dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa
sendiri. Jumlah soal-soal bentuk subyektif biasanya tidak banyak, hanya
sekitar 5-10 buah soal dalam waktu kurang lebih 90-120 menit. Soal-soal
bentuk ini menuntut kemampuan peserta didik untuk dapat mengorganisir,
menginterpretasi, dan menghubungkan pengertian-pengertian yang telah
dimiliki.
b. Tes objektif.
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan
secara objektif (Arikunto, 1995 : 165). Karena sifatnya yang objektif
maka penskorannya dapat dilakukan dengan bantuan mesin. Soal ini tidak
memberi peluang untuk memberikan penilaian yang bergradasi karena dia
hanya mengenal benar dan salah. Apabila respons siswa sesuai dengan
jawaban yang dikehendaki maka respons tersebut benar dan biasa diberi
skor 1. Apabila kondisi yang terjadi sebaliknya, maka respons siswa
salah dan biasa diberi skor 0. Jawaban siswa bersifat mengarah kepada
satu jawaban yang benar (convergence).
Merujuk
kepada berbagai pendapat tentang tes objektif dapat diambil kesimpulan
bahwa tes objektif adalah tes yang semua informasi yang diperlukan
peserta tes untuk memberikan respon telah disediakan oleh penyusun tes,
sehingga peserta tes tinggal memilihnya. Jawaban yang berupa pilihan
bersifat deterministik, sehingga hanya ada dua kemungkinan kebenaran
jawaban – benar atau salah.
2. Macam-Macam Tes Objektif
a. Bentuk Tes Benar Salah (True-False Test). Tes
benar salah adalah bentuk tes yang mengajukan beberapa pernyataan yang
bernilai benar atau salah. Biasanya ada dua pilihan jawaban yaitu huruf B
yang berarti pernyataan tersebut benar dan S yang berarti pernyataan
tersebut salah. Tugas peserta tes adalah menentukan apakah pernyataan
tersebut benar atau salah.
Contoh salah satu tes bentuk uraian adalah :
B S : Ibukota Peru berjumlah lima buah.
B S : Manado adalah Ibukota propinsi Sulawesi Utara
Kelebihan Tes Benar Salah:
Ø Dapat mencakup bahan yang luas dan tidak memakan tempat yang banyak
Ø Mudah dalam penyusunannya
Ø Petunjuk mengerjakannya mudah dimengerti
Ø Dapat digunakan berkali-kali
Ø Objektif
Ø Praktis
Kelemahan Tes Benar Salah:
o Mudah ditebak
o Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan kemungkinan benar atau salah
o Reliabilitasnya rendah.
o Hanya dapat mengungkapkan daya ingat dan pengenalan kembali
Petunjuk Penyusunan:
ü Hindari kalimat negatif, yakni kalimat yang mengandung kata “tidak” atau “bukan”.
ü Pernyataan harus disusun sedemikian rupa sehingga siswa yang memiliki pengertian samar-samar dapat terkecoh dalam menjawabnya.
ü Dalam menyusun keseluruhan tes, diharapkan item yang mengandung “salah sedikit” cukup banyak.
Cara Melakukan Penskoran Tes Benar Salah
v Dengan Denda. Skor = Jumlah jawaban benar – Jumlah jawaban Salah
v Tanpa Denda. Skor = Jumlah jawaban yang benar
b. Bentuk Pilihan Ganda (Multiple Choice Test). Tes
pilihan ganda merupakan tes yang menggunakan pengertian/ pernyataan
yang belum lengkap dan untuk melengkapinya maka kita harus memilih satu
dari beberapa kemungkinan jawaban benar yang telah disiapkan.
Apabila dilihat konstruksinya maka tes pilihan ganda terdiri dari dua hal pokok yaitu stem atau pokok soal dengan 4 atau 5 alternatif jawaban. Satu di antara alternatif jawaban tersebut adalah kunci jawaban. Alternatif jawaban selain kunci disebut dengan pengecoh (distractor). Semakin banyak alternatif jawaban yang ada (misalnya 5) maka probabilitas menebaknya akan semakin kecil
c. Menjodohkan (Matching Test). Menjodohkan
terdiri atas satu sisi pertanyaan dan satu sisi jawaban, setiap
pertanyaan mempunyai jawaban pada sisi sebelahnya. Siswa ditugaskan
untuk memasangkan atau mencocokkan, sehingga setiap pertanyaan mempunyai
jawaban yang benar.
ü Kelebihan:
o Dipergunakan
untuk menilai bermacam-macam hal, misalnya: problem dan
penyelesaiannya, sebab akibat, istilah dan definisinya, dsb.
o Relatif mudah disusun.
o Jika disusun dengan baik, maka faktor menerka-nerka dapat dihilangkan.
o Dapat dinilai dengan mudah, cepat dan objektif.
ü Kelemahan:
o Sukar menyusun test jenis ini yang benar-benar baik.
o Untuk menilai ingatan saja.
o Pengarahan jawaban sering terjadi
o Memakan banyak waktu dan tenaga untuk menyusunnya.
ü Saran Penulisan:
v Banyaknya jawaban di sebelah kanan lebih dari jawaban di sebelah kiri
v Lebihnya jawaban hendaknya menunjukkan jawaban yang salah
v Materinya setiap sisi baiknya mengenai satu pokok bahasan saja
v Pisahkan
menjadi dua kolom, kolom pertama memuat jawaban, nomor soal dan
pertanyaan. Sedangkan kolom kedua memuat kode dan pilihan jawaban.
ü Cara Memberikan Skor: Penskoran pada tes menjodohkan tidak diberikan denda terhadap jawaban yang salah. Skor = Jumlah jawaban benar
d. Tes Isian (Complementary Test). Tes
isian terdiri dari kalimat yang dihilangkan (diberi titik-titik).
Bagian yang dihilangkan ini yang diisi oleh peserta tes merupakan
pengertian yang diminta agar pernyataan yang dibuat menjadi pernyataan
yang benar. Contoh:
(1) Yang merupakan nama asli dari Sultan Hamengkubuwono X adalah …..
(2) Para
filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari
kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari
diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada beda
pendapat. Aliran ……………….. beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah
rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran ……………,
sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang
batin, maupun yang inderawi.
ü Cara Memberikan Skor:
Pada
tes ini sulit dilakukan tebakan, sehingga tidak diperlukan denda
terhadap jawaban yang salah. Maka rumus yang digunakan adalah :
Skor = Jumlah jawaban benar
3. Pengukuran Ranah Afektif
Pengukuran
ranah afktif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena
dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah, Menerima
(memperhatikan), merespon, menghargai, mengorganisasi, dan karakteristik
suatu nilai.Sedangkan tujuan penilaian afektif adalah :
a) Untuk
mendapatkan umpan balik (feedback) baik bagi guru maupun siswa sebagai
dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program
perbaikan (remedial program) bagi anak didiknya.
b) Untuk
mengetahui tingkat perubahan tingkah laku anak didik yang dicapai
antara lain diperlukan sebagai bahan bagi : perbaikan tingkah laku anak
didik, pemberian laporan kepada orang tua, dan penentuan lulus tidaknya
anak didik.
c) Untuk
menempatkan anak didik dalam situasi belajar mengajar yang tepat,
sesuai dengan tingkat pencapaian dan kemampuan serta karakteristik anak
didik.
d) Untuk mengenal latar belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah laku anak didik.
Jenis-jenis skala sikap
a. Skala Likert
Skala
Likert di gunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan resepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang fenomena social. Dalam penelitian,
fenomena social ini telah di tetapkan secara spesifik oleh peneliti,
yang selanjutnya di sebut sebagai variable penelitian
b. Skala pilihan ganda
Skala ini bentuknya seperti soal bentuk pilihan ganda yaitu suatu pernyataan yang diikuti oleh sejumlah alternative pendapat.
c. Skala Thurstone
Skala
Thurstone merupakan skala sikap yang pertama dikembangkan dalam
pengukuran sikap. Skala ini mempunyai tiga teknik penskalaan sikap,
yaitu :
· metode perbandingan pasangan
· metode interval pemunculan sama, dan
· metode interval berurutan.
Ketiga
metode ini menggunakan bahan pertimbangan jalur dugaan yang menganggap
kepositifan relatif pernyataan sikap terhadap suatu obyek.
d. Skala Guttman
Skala
pengukuran dengan tipe ini, akan di dapat jawaban yang tegas, yaitu ya
atau tidak, benar atau salah, pernah atau tidak, positif atau
negative dan lain – lain. Data yang di peroleh dapat berupa data
interval atau rasio dikhotomi (dua alternatif). Jadi kalau pada skala
likert terdapat 3,4,5,6,7 interval, dari kata “sangat setuju” sampai
“sangat tidak setuju”, maka pada dalam skala Guttman hanya ada dua
interval yaitu “setuju atau tidak setuju”. Penelitian menggunakan sakal
Guttman di lakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap
suatu permasalahan yang di tanyakan. Contoh :
1. Apakah anda setuju dengan kebijakan perusahaan menaikkan harga jual?
a. Setuju b. Tidak Setuju
e. Semantic Deferensial.
Skala
pengukuran yang berbentuk Semantic defferensial di kembangkan oleh
Osgood. Skala ini juga di gunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya
tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis
kontinum yang jawaban “sangat positifnya” terletak di bagian kanan
garis, dan jawaban yang “sangat negatif” terletak di bagian kiri garis,
atau sebaliknya. Data yang di peroleh adalah daya interval, dan biasanya
skala ini di gunakan untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu yang
di punyai oleh seseorang.
4. Pengkuran Ranah Psikomotor
Ranah
psikomotor berhubungan erat dengan kerjaan otot sehingga menyebabkan
geraknya tubuh atau bagian-bagiannya. Yang termasuk dalam klasifikasi
gerak disini mulai dari gerak yang paling sederhana yaitu melipat kertas
sampai dengan merakit suku cadang televisi serta komputer. Secara
mendasar perlu dibedakan antara 2 hal yaitu keterampilan (skills) dan kemampuan (abilities)
Kebanyakkan
para guru tidak menuntut pencapaian 100 dari tujuan yang dirumuskan
kecuali hanya berharap bahwa keterampilan yang dicapai oleh
siswa-siswanya akan sangat mendukung mempelajari keterampilan lanjutan
atau gerakan-gerakan yang lebih kompleks sifatnya. Selain yang telah
dikemukakan tersebut, Harrow juga memberikan saran yang mengenai
bagaimana melakukan pengukuran terhadap ranah psikomotor ini. Menurutnya
penentuan kriteria untuk mengukur keterampilan siswa harus dilakukan
dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 30 menit. Kurang dari waktu
tersebut diperkirakan para penilai belum dapat menangkap gambaran
tentang pola keterampilan yang mencerinkan kemampuan siswa.
Bab 12 TABEL SPESIFIKASI
1. Fungsi Tabel Spesifikasi
Fungsi
dari tabel spesifikasi ialah untuk menjaga agar tes yang kita susun
tidak menyimpang dari bahan (materi) serta aspek kejiwaan (tingkah laku)
yang akan dicakup dalam tes.
Contoh table spesifikasi:
Aspek yang diungkap
Pokok Materi
|
Ingatan
(I)
|
Pemahaman
(P)
|
Aplikasi
(A)
|
Jumlah
|
Bagian I
Bagian II
Bagian (terakhir)
|
…………
…………
…………
|
…………….
……………..
……………..
|
………….
………….
………….
|
………….
…………
…………
|
Jumlah
|
………..
|
…………….
|
…………..
|
…………
|
2. Langkah-Langkah Pembuatan
a. Untuk materi yang seragam
Yang
dimaksud “seragam” disini adalah bahwa antara pokok materi yang satu
dengan pokok materi yang lain mempunyai kesamaan dalam imbangan aspek
tingkah laku. Misalnya 50% untuk ingatan, 30% untuk pemahaman, dan 20%
untuk aplikasi. Selanjutnya banyaknya butir soal untuk setiap sel (kotak
kecil) diperoleh dengan cara menghitung persentase dari banyaknya soal
bagi tiap pokok materi yang sudah tertulis di kolom paling kanan.Contoh:
Tabel Spesifikasi Penyusunan Tes Tarikh Kelas XI
Aspek yang diungkap
Pokok Materi
|
Ingatan
(50 %)
|
Pemahaman
(30%)
|
Aplikasi
(20%)
|
Jumlah
|
Latar Belakang Berdirinya Umayyah (20%)
|
[A]
|
[B]
|
[C]
|
10
|
Kahalifah-Khalifah Besar Umayyah (30%)
|
[D]
|
[E]
|
[F]
|
15
|
Keberhasilan Umayyah (30%)
|
[G]
|
[H]
|
[I]
|
15
|
Keruntuhan Umayyah (20%)
|
[J]
|
[K]
|
[L]
|
10
|
Jumlah
|
50
|
Untuk mengisi/menentukan banyaknya butir soal untuk tiap sel adalah sebagai berikut:
Sel A = 50 % x 10 soal = 5 (5 soal)
Sel B = 30% x 10 soal = 3 (3 soal)
Sel C = 20% x 10 soal = 2 (3 soal)
Untuk memgisi sel-sel yang lain, dilakukan dengan cara yang sama seperti hal nya mengisi sel A, B, dan C.
Disamping
menggunakan cara seperti diatas, dalam menentukan jumlah butir soal
untuk tiap-tiap pokok materi, ada lagi cara lain yang dapat diambil
yaitu mulai dari pengisian sel-sel kemudian baru diperoleh jumlah soal
tiap pokok materi.
b. Untuk materi yang tidak seragam
Untuk
membuat tabel spesifikasi pokok-pokok materi yang tidak seragam, tidak
perlu mencantumkan angka persentase imbangan tingkah laku di kepala
kolom. Pemberian imbangan dilakukan tiap pokok materi didasarkan atas
banyaknya soal untuk pokok materi itu dan imbangan yang dikehendaki oleh
penilaian menurut sifat pokok materi yang bersangkutan.Contoh:
Tabel Spesifikasi Penyusunan Tes Tarikh Kelas XI
Aspek yang diungkap
Pokok Materi
|
Ingatan
|
Pemahaman
|
Aplikasi
|
Jumlah
|
Bab I: Daulah Umayyah (30%)
|
[A]
|
[B]
|
[C]
|
15
|
Bab II: Daulah Abbasiyah (40%)
|
[D]
|
[E]
|
[F]
|
20
|
Bab III: Islam di Asia (30%)
|
[G]
|
[H]
|
[I]
|
15
|
Jumlah (100%)
|
50
|
Dalam
keadaan seperti dicontohkan misalnya: BAB I mayoritas hafalan, BAB II
mayoritas pemahaman, BAB III mayoritas aplikasi. Maka imbangan aspek
tingkah laku, tidak dituliskan pada kepala kolom. Penentuan angka yang
menunjukkan banyaknya butir soal pada tiap sel, ditentukan per BAB.
Misalnya: untuk Bab I, Ingatan 60%, pemahaman 20%, aplikasi 20%, maka:
Sel A = 60% x 15 soal = 9 soal
Sel B = 20% x 15 soal = 3 soal
Sel C = 20% x 15 soal = 3 soal
Untuk Bab II, ingatan 20%, pemahaman 50%, aplikasi 30%, maka:
Sel D = 20% x 20 soal = 4 soal
Sel E = 50% x 20 soal = 10 soal
Sel F = 30% x 20 soal = 6 soal
Untuk Bab III, ingatan 20%, pemahaman 20%, aplikasi 60%, maka:
Sel G = 20% x 15 soal = 3 soal
Sel H = 20% x 15 soal = 3 soal
Sel I = 60% x 15 soal = 9 soal
4) Tidak Lanjut Sesudah Penyususnan Tabel Spesifikasi
Terdapat
dua langkah lagi sebagai tindak lanjut sesudah penyususnan tabel
spesifikasi untuk memperoleh seperangkat soal tes yaitu:
a. Menentukan
bentuk soal. Ada dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan
bentuk soal yaitu waktu yang tersedia dan sifat materi yang diteskan.
b. Menuliskan soal-soal. Langkah terakhir dalam penyusunan tes adalah penulisan soal-soal tes (item writing).
Langkah ini merupakan langkah penting karena kegagalan dalam hal ini
dapat berakibat fatal. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menuliskan
soal-soal tes yaitu:
(1) Bahasanya harus sederhana dan mudah dipahami.
(2) Suatu soal tidak boleh mengandung penafsiran ganda/membingungkan.
(3) Cara mengenal kalimat atau meletakkan/menata kata-kata perlu diperhatikan agar tidak ditafsirkan salah.
(4) Petunjuk
mengerjakan. Petunjuk ini harus dituliskan sedemikian rupa sehingga
jelas, dan siswa tidak bekerja menyimpang dri yang dikehendaki guru.
Untuk memperoleh sebuah tes yang standar, harus dilakukan uji coba (try out)
berkali-kali sehingga diperoleh soal-soal yang baik. Dengan mengadakan
uji coba terhadap soal-soal tes yang sudah disusun, maka akan memperoleh
manfaat yaitu: pengalaman menggunakan tes tersebut, mengetahui
kesukaran bahasa, mengetahui variasi jawaban siswa, mengetahui waktu
yang dibutuhkan, dan lain-lain.
Bab 13 MENGANALISISS HASIL TES
1. Menilai Tes yang Dibuat Sendiri
Guru
yang sudah banyak berpengalaman, mengajar dan menyusun soal-soal tes,
juga masih sukar menyadari bahwa tesnya masih belum sempurna. Oleh
karena itu cara yang paling baik adalah secara jujur melihat hasil yang
diperoleh oleh siswa.
Ada 4 cara untuk menilai tes, yaitu:
a. Meneliti
secara jujur soal-soal yang sudah disusun, kadang-kadang dapat
diperoleh jawaban tentang ketidak jelasan perintah atau bahasa, taraf
kesukaran, dan lain-lain keadaan soal tersebut. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut antara lain:
(1) Apakah banyaknya soal untuk tiap topik sudah seimbang ?
(2) Apakah semua soal menanyakan bahan yang telah diajarkan ?
(3) Apakah soal yang kita susun tidak merupakan pertanyaan yang membingungkan (dapat disalah tafsirkan)?
(4) Apakah soal itu tidak sukar untuk dimengerti ?
(5) Apakah soal itu dapat dikerjakan oleh sebagian besar siswa ?
b. Mengadakan
analisis soal (item analysis). Analisis soal adalah suatu prosedur Yang
sistematis, yang akan memberikan informasi-informasi yang sangat khusus
terhadap butir tes yang kita susun. Faedah mengadakan analisis soal:
(1) Membantu kita dalam mengidentifikasi butir-butir soal yang jelek.
(2) Memperoleh informasi yang akan dapat digunakan untuk menyempurnakan soal-soal untuk kepentingan lebih lanjut.
(3) Memperoleh gambaran secara selintas tentang keadaan yang kita susun.
c. Mengadakan checking validitas. Validitas yang paling penting dari tes buatan Guru adalah validitas kurikuler.
d. Mengadakan checking reliabilita. Salah satu indikator untuk tes yang
Mempunyai realibilitas yang tinggi adalah bahwa kebanyakan dari soal-soal tes itu mempunyai daya pembeda yang tinggi.
Mempunyai realibilitas yang tinggi adalah bahwa kebanyakan dari soal-soal tes itu mempunyai daya pembeda yang tinggi.
2. Analisis Butir Soal(Item Analysis)
Analisis
butir soal yang dalam bahasa inggris disebut item analiysis dilakukan
terhadap empirik.Maksudnya, analisis itu baru dapat dilakukan apabila
suatu tes telah dilaksanakan dan hasil jawaban terhadap butir-butir soal
telah kita peroleh.
Untuk
mengetahui kapan soal dikatakan baik, kurang baik, dan soal yang jelek
sangat berhubungan dengan analisis soal, yaitu taraf kesukaran, daya
pembeda, dan pola jawaban soal.
a) Taraf Kesukaran
Soal
yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu
sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi
usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan
menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk
mencoba lagi karena di luar jangkauannya.
Bilangan
yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut indeks
kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Soal
yang indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar,
sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah.
Didalam istilah evaluasi, indeks kesukaran diberi simbol P (proporsi). Rumus mencari P adalah :
P = B
JS
Dimana :
P= indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut :
Soal dengan P 1,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah
Walaupun
demikian ada yang berpendapat bahwa soal – soal yang di anggap baik
yaitu soal – soal sedang, tetapi bukan berarti soal – soal yang terlalu
mudah atau terlalu sukar tidak bisa digunakan, hal ini tergantung dari
penggunaannya.
b) Daya Pembeda.
Daya
pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara
siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.
Angka
yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi,
indeks diskriminasi ini sama dengan indeks kesukaran yaitu berkisar
antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal
tanda negatif tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda negatif.
Bagi
suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun siswa
bodoh, maka soal itu tidak baik, demikian pula jika semua siswa, baik
pandai maupun bodoh tidak dapat menjawab dengan benar, soal tersebut
tidak baik karena keduanya tidak mempunyai daya pembeda. Soal yang baik
adalah soal yang dapat dijawab oleh siswa pandai saja.
Jika
seluruh kelompok atas (pandai) dapat menjawab soal dengan benar, sedang
seluruh kelompok bawah (bodoh) menjawab salah, maka soal tersebut
mempunyai diskriminasi paling besar, yaitu 1,00. Sebaliknya jika semua
kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok bawah menjawab
betul, maka nilai diskriminasinya adalah -1,00. Tetapi jika siswa
kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama-sama menjawab benar atau
sama-sama menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai nilai
diskriminasi 0,00 karena tidak mempunyai daya pembeda sama sekali.
Rumus mencari nilai Diskriminasi adalah :
D = BA/JA – BB/JB = PA – PB
Dimana :
J = jumlah peserta tes
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar
BB BA/JA = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar.
PA = BB/JB = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar ( P sebagai indeks kesukaran).
PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
c) Pola Jawaban Soal
Pola
jawaban yang dimaksud adalah distribusi testee dalam hal menentukan
pilihan jawaban pada soal bentuk pilihan ganda. Pola jawaban soal
diperoleh dengan menghitung banyaknya testee yang memilih pilihan
jawaban a, b, c, atau d atau yang tidak memilih pilihan manapun.
Dari
pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh (distractor)
berfungsi sebagai pengecoh dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak
dipilih sama sekali oleh testee berarti bahwa pengecoh itu jelek,
sebaliknya sebuah distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan baik
apabila distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi
pengikut – pengikut tes yang kurang memahami konsep atau kurang
menguasai bahan.
Dengan melihat pola jawaban soal, dapat diketahui :
a. Taraf kesukaran soal
b. Daya pembeda soal
c. Baik dan tidaknya distraktor
Kekurangan
suatu soal mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga
hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan seperlunya.
Bab 14 MENSKOR DAN MENILAI
1. Menskor
Sementara
orang berpendapat bahwa bagian yang paling penting dari pekerjaan
pengukuran dengan tes adalah penyusunan tes. Jika alat tesnya sudah
disusun sebaik-baiknya maka anggapannya sudah tercapailah sebagian besar
dari maksudnya. Tentu saja anggapan itu tidak benar sama sekali.
Penyusunan tes baru merupakan satu bagian dari serentetan pekerjaan
mengetes.
Di
samping penyusunan dan pelaksanaan tes itu sendiri, menskor dan menilai
merupakan pekerjaan yang menuntut ketekunan yang luar biasa dari
penilai, ditambah dengan kebijaksanan-kebijaksanaan tertentu. Nama lain
menskor adalah memberi angka.
Dalam hal pekerjaan menskor atau menentukan angka, dapat digunakan 3 macam alat bantu yaitu:
a. Pembantu menentukan jawaban yang benar, disebut kunci jawaban.
b. Pembantu menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah, disebut kunci scoring.
c. Pembantu menentukan angka, disebut pedoman penilaian.
Keterangan dan pengunaannya dalam berbagai bentuk tes.
(1) Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk betul-salah.
Untuk tes bentuk betul-salah (true-false)
yang dimaksud dengan kunci jawaban adalah deretan jawaban yang kita
persiapkan untuk pertanyaan atau soal-soal yang kita susun, sedangkan
kunci scoring adalah alat yang kita gunakan untuk mempercepat pekerjaan
scoring.
Oleh
karena dalam hal ini testee (tercoba) hanya diminta melingkari huruf B
atau S maka kunci jawaban yang disediakan hanya berbentuk urutan nomor
serta huruf dimana kita menghendaki untuk melingkari (atau dapat juga
diberi tanda X).
Ada baiknya jika kunci jawaban ini ditentukan terlebih dahulu sebelum menyusun soalnya agar:
üdapat diketahui imbangan antara jawaban B dan S.
üdapat diketahui letak atau pola jawaban B dan S.
Bentuk
betul-salah sebaiknya disusun sedemikian rupa sehingga jumlah jawaban B
hampir sama banyaknya dengan jawaban S, dan tidak dapat ditebak karena
tidak diketahui pola jawabannya. Dalam menentukan angka (skor) untuk tes
bentuk B-S ini kita dapat menggunakan 2 cara yaitu:
ü Tanpa hukuman atau tanpa denda.
ü Dengan hukuman atau dengan denda.
(2) Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk pilihan ganda (multiple choice)
Dengan
tes bentuk pilihan ganda, testee diminta melingkari salah satu huruf di
depan pilihan jawaban yang disediakan atau membubuhkan tanda lingkaran
atau tanda silang (x) pada tempat yang sesuai di lembar jawaban.
(3) Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk jawab singkat (sort answer test)
Tes
bentuk jawab singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban
berbentuk kata atau kalimat pendek. Melihat namanya, maka jawaban untuk
tes tersebut tidak boleh berbentuk kalimat-kalimat panjang, tetapi harus
sesingkat mungkin dan mengandung satu pengertian. Dengan persyaratan
inilah maka bentuk tes ini dapat digolongkan ke dalam bentuk tes
objektif.
Kunci jawaban tes bentuk ini merupakan deretan jawaban sesuain dengan nomornya.
Dengan
mengingat jawaban yang hanya satu pengertian saja, maka angka bagi tiap
nomor soal mudah ditebak. Usaha yang dikeluarkan siswa sedikit, tetapi
lebih sulit daripada tes bentuk betul-salah atau bentuk pilihan ganda.
Sebaiknya setiap soal diberi angka 2. Dapat juga angka itu kita samakan
dengan angka pada bentuk betul-salah atau pilihan ganda jika memang
jawaban yang diharapkannya ringan atau mudah. Tetapi sebaliknya apabila
jawabannya bervariasi misalnya lengkap sekali, lengkap dan kurang
lengkap, maka angka-angkanya dapat dibuat bervariasi pula misalnya 2;
1,5; dan 1.
(4) Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan (matching)
Pada
dasarnya tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda, dimana
jawaban-jawabannya dijadikan satu, demikian pertanyaan-pertanyaannya.
Dengan demikian, maka pilihan jawabannya akan lebih banyak. Satu
kesulitan lagi adalah bahwa jawaban yang dipililh dibuat sedemikian rupa
sehingga jawaban yang satu tidak diperlukan lagi bagi pertanyaan lain.
Kunci
jawaban tes bentuk menjodohkan dapat berbentuk deretan jawaban yang
dikehendaki atau deretan nomor yang diikuti oleh huruf-huruf yang
terdapat di depan alternative jawaban.
Telah
dijelaskan bahwa tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda
yang lebih kompleks. Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga
harus lebih banyak. Sebagai ancar-ancar dapat ditentukan bahwa angka
untuk tiap nomor adalah 2 (dua).
(5) Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk uraian (essay test)
Sebelum
menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu
pokok-pokok jawaban yang kita kehendaki. Dengan demikian, maka akan
mempermudah kita dalam pekerjaan mengkoreksi tes itu.
Tidak
ada jawaban yang pasti terhadap tes bentuk uraian ini. Jawaban yang
kita peroleh akan sangat beraneka ragam, berada dari siswa satu ke siswa
lain. Untuk menetukan standar terlebih dahulu, tentulah sukar. Berikut
adalah saran langkah-langkah apa yang harus kita lakukan pada waktu kita
mengoreksi dan member angka tes bentuk uraian:
a) Membaca
soal pertama dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban.
Dengan membaca seluruh jawaban, kita dapat memperoleh gambaran lengkap
tidaknya jawaban yang diberikan siswa secara keseluruhan.
b) Menentukan
angka untuk soal pertama tersebut. Misalnya jika jawabannya lengkap
diberi angka 5, kurang sedikit diberi angka 4, begitu seterusnya sampai
kepada jawaban yang paling minim jika jawabannya meleset sama sekali.
Dalam menentukan angka pada hal yang terakhir ini umumnya kita perlu
berpikir bahwa tidak ada unsur tebakan. Dengan demikian maka ada dua
pendapat, satu pendapat menentukan angka 1 atau 2 bagi jawaban yang
salah, tetapi pendapat lain menentukan 0 untuk jawaban itu. Tentu saja
bagi jawaban yang kosong (tidak ada jawaban sama sekali), jelas kita
berikan angka 0.
c) Memberikan angka bagi soal pertama.
d) Membaca soal kedua dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban, dilanjutkan dengan pemberian angka untuk soal kedua.
e) Mengulangi langkah-langkah tersebut bagi soal-soal tes ketiga, keempat dan seterusnya hingga seluruh soal diberi angka.
f) Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes bentuk uraian.
Setelah
mempelajari langkah-langkah tersebut kita tahu bahwa dengan membaca
terlebih dahulu seluruh jawaban yang duberikan oleh siswa, kita menjadi
tahu bahwa mungkin tidah ada seorang pun dari siswa yang menjawab dengan
betul untuk sesuatu nomor soal.
Menghadapi
situasi seperti ini, kita gunakan cara pemberian angka yang relative.
Misalnya untuk satu nomor soal jawaban yang paling lengkap hanya
mengandung 3 unsur, padahal kita menghendaki 5 unsur, maka kepada
jawaban yang paling lengkap itulah kita berikan angka 5, sedangkan untuk
menjawab hanya 2 atau 1 unsur, kita beri angka sedikit, yaitu misalnya
3,4; 2; 1,5.
(6) Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tugas
Kunci
jawaban untuk memeriksa tugas merupakan poko-pokok yang harus termuat
di dalam pekerjaan siswa. Hal ini menyangkut criteria tentang isi tugas.
Namun sebagai kelengkapan dalam pemberian skor, digunakan suatu tolok
ukur tertentu. Tolok ukur yang disarankan sebagai ukuran keberhasilan
tugas adalah:
a) Ketepatan waktu penyerahan tugas.
b) Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan mahasiswa dalam mengenakan tugas.
c) Sistematika yang menunjukkan alur keruntutan pikiran.
d) Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi.
e) Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh dosen.
2. Perbedaan Antara Skor dan Nilai
Apa
yang terjadi selama ini, banyak di antara para guru sendiri yang masih
mencampuradukkan antara dua pengertian yaitu skor dan nilai.Skor
: adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan
angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa.Nilai : adalah angka ubahan dari skor dengan menggunakan acuan tertentu, yakni acuan normal atau acuan standar.Secara rinci skor dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu skor yang diperoleh (obtained score), skor sebenarnya (true score), dan skor kesalahan (error score).
Score
yang diperoleh adalah sejumlah biji yang dimiliki oleh testee sebagai
hasil mengerjakan tes. Kelemaham-kelemahan butir tes, situasi yang tidak
mendukung, kecemasan dan lain-lain factor dapat berakibat terhadap skor
yang diperoleh ini. Apabila factor yang berpengaruh ini muncul, baik
sebagian atauppun menyeluruh, penilai tidak dapat mengira-ngira seberapa
cermat skor yang diperoleh siswa ini mampu mencerminkan pengetahuan dan
keterampilan siswa yang sesungguhnya.
Skor sebenarnya (true score) sering kali juga disebut dengan istilah skor univers = skor alam (universe score), adalah nilai hipotesis yang sangat tergantung dari perbedaan individu berkenaan dengan pengetahuan yang dimiliki secara tetap.
Perbedaan
antara skor yang diperoleh dengan skor yang sebenarnya, disebut dengan
istilah kesalahan dalam pengukuran atau kesalahan skor, atau dibalik
skor kesalahan. Hubungan antara ketiga macam skor tersebut adalah
sebagai berikut:
Skor yang diperoleh = skor sebenarnya = skor kesalahan
3. Norm ReferenceddanCriterion Referenced
Dalam
penggunaan Norm – Referenced, prestasi belajar seorang siswa
dibandingkan dengan siswalain dalam kelompoknya. Kualitas seseorang
sangat dipengaruhi oleh kualitas kelompoknya. Dasar pikiran dari
penggunaan standar ini adalah adanya asumsi bahwa disetiap populasi yang
heterogen tentu terdapat kelomouk baik, kelompok sedang, dan kelompok
kurang.
Apabila standar mutlak dan standar relatif ini dihubungkan dengan pengubahab skor menjadi nilai, maka akan terlihat demikian.
a. Dengan standar mutlak
(1) Pemberian skor terhadap siswa, didasarkan atas pencapaian siswa terhadap tujuan yang ditentukan.
(2) Nilai diperoleh dengan mencari skor rata-rata langsung dari skor asal (skor mentah). Contoh :
ü dari ulangan ke-1, memperoleh skor 60 (mencapai 60 % tujuan)
ü dari ulangan ke-2, memperoleh skor 80 (mencapai 80 % tujuan)
ü dari ulangan ke-3, memperoleh skor 50 (mencapai 50 % tujuan)
maka nilai siswa tersebut : 60 + 80 + 50 = 63,3. Dibulatkan 63.
b. Dengan standar relatif
(1) pemberian skor terhadap siswa juga didasakan atas pencapaian siswa terhadap tujuan yang ditentukan
(2) nilai diperoleh dengan 2 cara :
Ø mengubah skor dari tiap-tiap ulangan lalu diambil rata-ratanya
Ø menjumlah skor tiap-tiap ulangan, baru diubah ke nilai
Bab 15 MENGOLAH NILAI
1. Beberapa Skala Penilaian
a. Skala Bebas
Skala
bebas yaitu skala yang tidak tetap, ada kalanya skor tertinggi 20, lain
kali lagi 50. Ini semua tergantung dari banyak dan bentuk soal. Jadi,
angka tertinggi dari skala yang di gunakan tidak selalu sama.
b. Skala 1-10
Dalam
skala 1-10, guru jarang memberikan angka pecahan, misalnya 5,5. Angka
5,5 tersebut di bulatkan menjadi 6. Dengan menggunakan skala 1-10 maka
bilangan bulat yang ada masih menunjukan penilaian yang agak kasar.
c. Skala 1-100
Penilaian
dengan menggunakan skala 1-100, di mungkinkan melakukan penilaian yang
lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dalam skala
1-10 yang biasanya di bulatkan menjadi 6, dalam skala 1-100 ini boleh di
tuliskan dengan 55.
d. Skala huruf
Selain
menggunakan angka, pemberian nilai dapat di lakukan dengan huruf
A,B,C,D,dan E. Huruf tidak menunjukan kuantitas, tetapi dapat di gunakan
sebagai symbol untuk menggambarkan kualitas.
2. Distribusi Nilai
a. Distribusi nilai berdasarkan standar mutlak
Pemberian
skor terhadap siswa, didasarkan atas pencapaian siswa terhadap tujuan
yang ditentukan. Nilai diperoleh dengan mencari skor rata-rata langsung
dari skor asal (mentah). Apabila soal-soal ulangan yang dibuat oleh guru
sangat mudah, sebagian besar siswa akan dapat berhasil mengerjakan
soal-soal itu, dan tingkat pencapaiannya tinggi.sebagian besar siswa
akan memiliki nilai sekitar 8, 9 atau 10 apabila telah diubah ke skala
10, sebaliknya apabila soal-soal tes yang disusun oleh guru termasuk
soal sukar, maka pencapaian siswa akan sebaliknya pula. Sebagian besar
siswa akan memiliki nilai 3, 4 bahkan mungkin 2 atau 1. Hanya beberapa
orang siswa yang istimewa saja yang memiliki nilai 6, dan mungkin tidak
ada yanig memiliki nilai 7 ke atas. Namun demikian dengan standar
mutlak ini mungkin pula diperoleh gambar kurva normal jika soal-soal tes
disusun oleh guru dengan tepat seperti gambaran kecakapan
siswa-siswanya.
b. Distribusi nilai berdasarkan standar relative
Pemberian skor terhadap siswa juga didasarkan atas pencapaian siswa terhadap tujuan yang ditentukan.Nilai diperoleh dengan 2 cara:
§ Mengubah skor dari tiap-tiap ulangan lalu diambil rata-ratanya.
§ Menjumlah skor tiap-tiap ulangan, baru diubah ke nilai.
Telah diterangkan, bahwa dalam menggunakan standar relative atau norm refrenced,
kedudukan seseorang sealu dibandingkan dengan kawan-kawannya dalam
kelompok. Dalam hal ini tanpa menghiraukan apakah distribusi skor
terletak dalam kurva juring positif atau juring negative, tetapai dalam
norm refrenced selalu tergambar dalam kurva normal. Hal ini didasarkan
atas asumsi bahw apabila distribusi skor tergambar dalam kurva juring
positif, yang kurang sempurna adalah soal-soal tesnya, yaitu terlalu
sukar. Dengan demikian, nilai siswa lalu direntangkan sedemikian rupa
sehingga tersebar dari nilai tinggi ke nilai rendah, dengan sebagian
terbesar terletak pada nilai sedang. Demikian pula sebaliknya apabila
skor siswa tergambar dalam kurva juring negative. Dalam ubahan
menjadi nilai, disebar sedemikian rupa sehingga kurva normal, dengan
nilai sedang adalah nilai yang paling banyak.
3. Standar Nilai
a. Nilai standar berskala Sembilan (stannine), yaitu rentangan atau skala nilai yang bergerak mulai dari 1 sampai dengan 9,[7] seperti berikut ini:
Staines
|
Interpretasi
|
9 (4%)
|
Tinggi (4%)
|
8 (7%)
7 (12%)
|
Diatas rata-rata (19%)
|
6 (17%)
5 (20%)
4 (17%)
|
Rata-rata (54%)
|
3 (12%)
2 (7%)
|
Dibawah rata-rata (19%)
|
1 (4%)
|
Rendah (4%)
|
Misalnya
kita memiliki skor-skor seperti disebutkan dalam hasil ulangan IPS
kelas V, dengan mudah dapat kita tentukan 4% dari siswa yang mendapat
nilai 9, selanjutnya 7% mendapat nilai 8, 12% mendapat nilai 7, 17%
mendapat nilai 6, dan seterusnya.
b. Nilai standar berskala sebelas (standar eleven/ stanel= eleven points scale), yaitu skala nilai yang bergerak mulai dari nilai 0 sampai dengan nilai 10,[9]
yang dikembangkan oleh Fakultas Ilmu Pendidikan UGM disesuaikan dengan
system penilaian di Indonesia. Dengan stanel ini, system penilaian
membagi skala menjadi 11 golongan, yaitu angka-angka 0, 1, 2, 3, 4, 5,
6, 7, 8, 9, 10, yang satu sama lain berjarak sama. Tiap-tiap angka
menempati jarak antara
c. Standar
sepuluh. Didalam Buku Pedoman Penilaian (Buku III B Seri Kurikulum SMA
Tahun 1975) ditentukan bahwa untuk mengolah hasil tes, digunakan standar
relative, dengan nilai berskala 1 – 10. Untuk mengubah skor menjadi
nilai, diperlukan dahulu:
Ø Mean (rata-rata skor)
Ø Deviasi Standar (Simpangan Baku)
Ø Tabel Konversi angka ke dalam nilai berskala 1 – 10
Tahap-tahap yang dilalui dalam mengubah skor mentah menjadi nilai berskala 1 – 10 adalah sebagai berikut:
v Menyusun distribusi frekuensi dari angka-angka atau skor-skor mentah
v Menghitung rata-rata skor (mean)
v Menghitung deviasi standar
v Mentransformasi (mengubah) angka-angka mentah ke dalam nilai berskala 1 – 10
Bab 16 KEDUDUKAN SISWA DALAM KELOMPOK
1. Pengertian
Pengertian
yang dimaksud kedudukan siswa dalam kelompoknya adalah letak seorang
siswa di dalam urutan tingkatan, dalam istilah disebut rangking. Untuk
dapat diketahui rangking dari siswa di suatu kelas maka harus diadakan
pengurutan nilai siswa tersebut dari yang paling atas sampai ke nilai
yang paling bawah.
2. Cara-cara menentukan kedudukan siswa:
a. Dengan
rangking sederhana( simple rank) adalah urutan yang menunjukkan letak
atau kedudukan seseorang dalam kelompoknya dan dinyatakan dengan nomor
atau angka biasa.
b. Dengan
rangking presentase (percentile rank) adalah kedudukan seseorang dalam
kelompok, yang menunjukkan banyaknya persentase yang berada di bawahnya
c. Standar
Deviasi adalah penentuan kedudukan dengan membagi kelas atas
kelompok-kelompok. Tiap kelompok dibatasi oleh suatu standar deviasi
tertentu.
d. Standard
score atau z-score adalah angka yang menunjukkan perbandingan perbedaan
score seseorang dari mean dengan standar deviasinya untuk menentukan
z-score, harus diketahui:
Ø Rata-rata skor dari kelompok.
Ø Standar deviasi dari skor-skor tersebut
Pengetrapan dari z-score ini banyak digunakan di dalam menentukan kejuaraan seseorang apabila kebetuan jumlah nilainya sama
Kedudukan
seseorang dalam sebuah kelas sangat penting karena dengan begitu
peserta didik akan tahu berapa rangking yang telah dicapainya, jika
mendapat rangking yang bagus maka dia akan merasa bangga dengan hasil
yang diperoleh atas usaha yang telah dilakukan selama ini dalam proses
belajar mengajar, sedang apabila rangkingnya jelek maka peserta didik
akan lebih termotivasi untuk memperbaiki dirinya. Dalam bab ini telah
dijelaskan bagaimana cara menentukan kedudukan siswa melalui beberapa
standar yang lazim digunakan.
Bab 17 MENCARI NILAI AKHIR
1. Fungsi Nilai Akhir
a. Fungsi
intruksional bertujuan untuk memberikan suatu balikan yang mencerminkan
seberapa jauh seorang siswa telah mencapai tujuan yang ditetapkan dalam
pengajaran atau system intruksional.
b. Fungsi
informatif bertujuan untuk memberikan nilai siswa kepada orang tuanya
mempunyai arti bahwa orang tua siswa tersebut menjadi tahu akan kemajuan
dan prestasi putranya di sekolah.
c. Fungsi bimbingan bertujuan untuk mengetahui bagian-bagian mana dari usaha siswa di sekolah yang masih memerlukan bantuan.
d. Fungsi administratif:
Ø Menentukan kenaikan dan kelulusan siswa
Ø Memindahkan atau menempatkan siswa
Ø Memberikan beasiswa
Ø Memberikan rekomendasi untuk melanjutkan belajar
Ø Memberi gambaran tentang prestasi siswa atau lulusan kepada calon pemakai tenaga kerja.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian:
a. Prestasi/ pencapaian (achievement)
b. Usaha (effort)
c. Aspek pribadi dan social (personal and social characteristics)
d. Kebiasaan bekerja (working habits).
3. Cara menentukan nilai akhir:
a. Untuk memperoleh nilai akhir, perlu diperhitungkan nilai tes formatif dan tes sumatif.
b. Nilai akhir diperoleh dari nilai tugas, nilai ulangan harian, dan nilai ulangan umum dengan bobot 2,3,dan 5.
c. Nilai
akhir untuk STTB diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian (diberi
bobot satu) dan nilai EBTA (diberi bobot dua), kemudian dibagi 3.
Bab 18 MEMBUAT LAPORAN
1. Pentingnya Laporan
Laporan
biasanya dibuat oleh seorang guru dibuat pada akhir semester, dibuatnya
laporan ini diperlukan untuk mengetahui hasil akhir dari apa yang
dilakukan oleh siswa-siswi serta diperlukan agar guru dapat mengetahui
tingkat keberhasilannya dalam mengajar sudah berhasil atau belum jika
belum maka guru akan meninjau kembali metodenya dalam mengajar.Secara sistematis dapat dikemukakan disini bahwa laporan tentang siswa bermanfaat bagi beberapa pihak yaitu sebagai berikut:
a) Siswa
sendiri, secara alamiah setiap orang selalu ingin tahu akibat dari apa
yang telah mereka lakukan, dengan mengetahui hasil yang positif dari
perbuatannya, maka pengetahuan yang diperoleh akan dikuatkan dan jika
siswa mendapat informasi bahwa jawwabannya salah, maka lain kali ia
tidak akan menjawab seperti itu lagi.
b) Guru yang mengajar akan mengetahui catatan laporan kemajuan siswa.
c) Guru lain, maka guru yang akan mengganti mengajar akan tahu bagaimana meladeni atau memperlakukan siswa.
d) Petugas lain disekolah.
e) Orang tua akan mengetahui kemajuan anak dari hari ke hari.
f) Pemakai
lulusan, laporan pendidikan menunjukkan bahwa seseorang telah memiliki
pengetahuan dan ketrampilan tertentu. Digunakan untuk mencari pekerjaan
dan mencari kelanjutan studi.
2. Macam dan Cara Membuat Laporan
ü Catatan lengkap.
ü Catatan tidak lengkap.
ü Lulus-belum lulus.
ü Nilai siswa.
Bab 19 EVALUASI PROGRAM PENGAJARAN
1. Apakah Evaluasi Program Itu?
Evaluasi
merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menentukan apakah target
progam yang disusun sudah tercapai dengan begitu maka akan diketahui
bagaimana kualitas mengajar seorang guru apakah sudah efektif atau belum
berdasarkan tingkat pencapaian yang sudah dicapai.
Evaluasi
progam merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja
untuk melihat tingkat keberhasilan progam. Untuk menentukan seberapa
jauh target progam sudah tercapai, yang dijadikan tolak ukur adalah
tujuan yang sudah dirumuskan dalam tahap perencanaan kegiatan.
Pentingnya
evaluasi progam yaitu agar guru mengetahui betul apa yang terjadi di
dalam proses belajar-mengajar, guru berkepentingan atas kualitas
pengajaran. Untuk memperbaiki proses pengajaran yang akan dilaksanakan
lain waktu, guru perlu mengetahui seberapa tinggi tingkat pencapaian
dari tugas yang telah dikerjakan selama kurun waktu tertentu.
2. Objek atau sasaran evaluasi progam.
Ø Input(masukan)
Ø Materi atau kurikulum.
Ø Guru.
Ø Metode atau pendekatan dalam mengajar.
Ø Sarana: alat pelajaran atau media pendidikan.
Ø Lingkungan manusia.
Ø Lingkungan bukan manusia.
3. Cara melaksanakan evaluasi progam.
Apabila
guru ingin melakukan evaluasi progam dengan lebih seksama, terlebih
dahulu harus menyusun rencana evaluasi sekaligus menyusun instrument
pengumpulan data. Mengenai bagaimana menyiapkan instrumen untuk angket,
pedoman wawancar, pedoman pengamatan dapat dipelajari dari buku-buku
penelitian. Sebagai cara yang paling sederhana adalah mengadakan
pencatatan terhadap peristiwa yang dialami dari kegiatan sehari-hari di
kelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar